Bocil lagi


Oscar sedang mengayuh sepeda nya, ia sengaja lewat di depan rumah Hivi berharap ia bisa ketemu bocil itu lagi.

Namun nihil, tidak ada siapa-siapa disana. Oscar menghela nafas lalu terus mengayuh sepeda nya menuju taman, yang pasti bukan taman yang ia datangi waktu itu.

Jam menunjukan pukul 11.23 namun hari ini bukan teriknya matahari yang ada di atas, melainkan awan mendung yang cukup tebal dengan di sertai tiupan angin.

“Kayanya bentar lagi hujan, tapi enak sih kaya gini haha sejuk” Ucap Oscar sembari memarkirkan sepedanya, ia berjalan ke arah kursi yang ada di taman. Namun matanya tertuju pada seorang anak kecil yang sedang menjongkok di hadapan bunga-bunga.

Perlahan senyum nya mengembang, menyadari kalau anak kecil itu adalah anak kecil yang ia temui beberapa hari yang lalu.

Oscar berjalan mendekat, hingga ia tepat berdiri di belakang Hivi.

“Hivi?”

Anak kecil itu mendongak ke atas untuk melihat siapa yang memanggil namanya.

“Kakak!” Seru Hivi. Anak kecil itu langsung berdiri dengan senyuman manis yang menghiasi wajah nya.

“Kamu lagi ngapain?”

“Lagi nunggu Bunda”

“Emang Bundanya kemana?”

“Tadi Bunda bilang mau beli es krim buat aku, jadi aku di suruh nunggu disini. Kakak ngapain disini?”

“Gabut aja sih, sepedaan. Yuk duduk disana? biar enak ngobrol nya” Hivi mengangguk lucu lalu mengikuti Oscar untuk duduk di kursi yang ada disana.

Keduanya duduk di kursi panjang yang ada disana, si kecil sibuk memperhatikan sekitar, seperti kupu-kupu, orang-orang yang bersepeda, dan banyak lagi. Berbeda dengan Oscar, pemuda itu hanya tersenyum tipis sambil memperhatikan Hivi.

Tiupan angin itu membuat rambut Hivi bergerak hingga membuat Oscar gemas dan akhirnya mengelus rambut Hivi.

Entah perasaan apa ini, Oscar merasa sangat nyaman saat berdekatan dengan Hivi, ia sangat suka melihat senyuman anak kecil itu, ia rasa semua beban pikiran nya hilang hanya dengan senyuman Hivi.

Hivi hanya diam dan menikmati elusan Oscar pada surai halusnya. Si kecil menoleh pada Oscar, menatap yang lebih tua.

Tangan kecil Hivi menyentuh leher Oscar yang terdapat luka disana, anak itu mengerutkan kening nya heran.

“Leher kakak kenapa?” Tanya Hivi penasaran.

“Oh ini? bekas berantem kemarin haha, keliatan banget ya?”

“He'em, kakak suka berantem?”

“Suka, ini mah bukan apa-apa cil tenang aja haha kakak bahkan pernah lebih dari ini kok, untung aja masih hidup”

“Kenapa suka berantem? berarti kakak bukan orang baik dong? tapi menurut aku kakak itu orang baik”

Oscar diam sebentar, ia menatap lekat netra legam Hivi lalu mengelus pipi Hivi sebelum ia tersenyum.

“Cil kalo di pandang sebelah mata mah gua emang bukan orang baik, gua suka berantem, ikut tawuran, mabok, bikin geng sendiri, sering bolos. Pandangan orang ke kita itu beda-beda Hivi, ada yang liat keburukan kita aja, ada juga yang liat kebaikan kita, ada juga yang liat kebaikan dan keburukan kita. Baik buruk nya kita di orang lain itu tergantung orang itu memandang kita apa Hivi, kata lo gua orang baik kan? tapi kata orang lain belum tentu, apalagi musuh gua hahaha udah sering di kata iblis gua mah”

“Kamu udah tau keburukan kakak, apa kamu tetep bilang kakak orang baik?” Oscar melanjutkan kalimatnya.

Si kecil itu mengangguk. “Kakak tetep orang baik buat aku, aku tau kebaikan dan keburukan kakak, lagian kakak gak mungkin berantem tanpa sebab kan? kalo soal mabok itu mungkin udah biasa ya untuk remaja seumuran kakak jadi aku bisa maklumi itu. Lagian gak semua orang kaya kakak itu orang jahat kan?”

Oscar tertawa pelan. Iya, tidak semua orang yang seperti dirinya itu orang jahat, banyak teman-teman nya yang sama sepertinya namun orang itu sangat baik. Justru orang yang selalu di anggap baik itu malah lebih buruk dari mereka, dan Oscar sudah sering ketemu dan berurusan dengan orang seperti itu.

“Iya, kamu benar. Bentar deh kamu ini umur berapa? kelas berapa?” Oscar heran kenapa anak sekecil Hivi bisa mengerti pembicaraan nya.

“Aku? aku umur 11 tahun, kelas 6 sd hehe bentar lagi masuk smp”

“What?! tapi kenapa kamu keliatan kaya anak kelas 3 sd” Oscar memandang tidak percaya pada Hivi, sedangkan Hivi hanya tertawa.

“Aku emang kelas 6 kak, tapi aku pendek, pasti kakak ngira karena itu kan? pasti kakak juga ngira gitu karena aku gak bisa nyebrang?”

“Iya..” Jawab Oscar yang masih terkejut.

Hivi masih terus tertawa, lalu matanya melihat sang Bunda yang sedang menghampiri nya, ia ingat bahwa ia dan Bunda nya akan ke kantor sang Ayah.

“Kakak itu Bunda, aku duluan yaa? dadaahh” Hivi pergi meninggal kan Oscar dan menghampiri Bunda nya.

Namun pemuda tampan itu masih diam mematung.