Morning
Pagi ini Hivi sudah siap untuk berangkat ke sekolah, saat ia menuruni tangga ia tidak melihat keberadaan Oscar disana. “Itu pak tua kemana dah? Masa iya jam segini belum bangun, kebo amat.” Pemuda itu menaruh tas nya di sofa ruang tengah lalu ia memasak nasi goreng untuk mereka sarapan.
Hivi menatap nasi goreng yang sudah ia hias, entahlah Hivi juga gak tau kenapa pengen ngehias itu nasi goreng.
Di tunggu-tunggu Oscar sama sekali tidak turun ke bawah, akhirnya Hivi naik ke atas menuju kamar Oscar.
Tok tok tok!
“WOI PAK! lo gak mau bangun?” Teriak Hivi sambil menggedor-gedor pintu kamar Oscar. Namun nihil, tidak ada jawaban dari Oscar. Hivi yang geram pun langsung membuka pintu itu yang emang tidak di kunci oleh Oscar.
Hivi tertegun, ia melihat Oscar sedang terbaring lemah dan muka nya sekarang sudah pucat. “Eh pak tua jangan mati dulu dong, minimal kasih gua duit dulu 1 triliun lah.” Hivi menggoyang-goyangkan tubuh Oscar sambil menepuk-nepuk pipi Oscar.
“Hivi saya cuma demam gak mungkin sampai mati astaga.” Oscar dengan perlahan bangun dari posisi tidurnya, ia duduk dan bersandar di headboard dengan wajah yang mengenaskan menurut Hivi.
“Gua kira lo mati, mau sarapan gak?” Tanya Hivi.
“Mulut saya pait, gak mau.”
“Pait pait ape sih, lo harus makan ya Oscar Willonder anak Daddy Dion sama Mommy Tesha. Udah diem, biar gua ambil makanan.” Omel Hivi lalu turun ke bawah untuk membuatkan bubur untuk Oscar sekaligus mencari obat.
Hivi menyiapkan bubur, minum, dan obat Oscar di atas nampan lalu ia bawa nampan itu ke atas dengan perlahan. Bahkan bubur yang Hivi buat masih panas, ia takut tumpah.
Dengan kesulitan Hivi membuka pintu kamar Oscar dan membiarkan pintu itu tetap terbuka, ia berjalan mendekati Oscar yang masih terbaring lemas
“Sini makan dulu.” Hivi mengambil mangkuk itu dan siap menyuapi Oscar.
“Gak mau, pait.” Tolak Oscar dengan mata yang berair.
“LAH ANJIR LO NANGIS?!” Oscar langsung menghapus air matanya, Oscar kalau sakit emang gitu. Matanya gampang berair padahal gak lagi nangis. “Engga kok, saya emang gini kalau lagi sakit.”
Hivi hanya mengangguk lalu mengambil sesendok bubur lalu ia ingin menyuapkan pada Oscar, namun Oscar hanya diam dan tidak membuka mulut.
“Saya gak mau Hivi, mulut saya pahit.” Tolak Oscar sembari menjauhkan tangan Hivi.
“Syuuuuuu~” Hivi hendak menyuapkan Oscar namun dengan gerakan seperti pesawat, itu sebenarnya untuk anak kecil tapi entah kenapa bagi Hivi pak tua di depannya ini seperti anak kecil. Mau tak mau Oscar menerima suapan Hivi, walaupun ia hanya bisa menghabiskan setengah mangkok saja.
“Nah sekarang minum obat ya pak tua.” Hivi memberikan obat itu dengan segelas air putih, dan langsung di terima oleh Oscar. Setelah di minum, Oscar memberikan gelas itu pada Hivi dan kembali berbaring.
“Lo butuh sesuatu gak?” Tanya Hivi. Oscar menggeleng. “Hivi, kamu jangan manggil saya pak tua dong. Saya masih muda gini.” Omel Oscar tidak terima.
“Lah lo kan emang tua, coba aja lo itung deh umur gua sama lo. Gua baru 18 lah elu 25, pak tuaaaaa.” Ucap Hivi di sertai dengan tawa meledek.
“Saya gak setua itu Hivi..”
“Yaudah lo mau nya di panggil apa? om mau?”
“Saya bukan om kamu”
“Oscar aja?”
“Saya bukan teman kamu”
“LO MAU NYA APA OSCARJING!” Ia memukul-mukul betis Oscar.
“Eh, Oscarjing. Bagus juga ya, hehe. Di panggil itu aja gimana?” Goda Hivi sambil menaik-turunkan alisnya.
“Gak, mending Oscar aja. Udah lah sana keluar, saya mau tidur lagi.”
“Gak tau diri lo, minimal makasih kek.” Namun Oscar sama sekali tidak mengucapkan terimakasih.
Hivi sudah geram namun ia harus menahannya. Ia membuka Handphone nya dan mengabari teman-temannya bahwa ia tidak berangkat hari ini, semua ini gara-gara Oscar.
Hivi sama sekali belum beranjak, Oscar berbalik menghadap Hivi.
“Lah kok lo belum tidur?” Tanya Hivi penasaran.
“Saya gak bisa tidur.” Jawab Oscar dengan suara pelan.
“Ohh itu tandanya lo butuh dongeng, sini gua dongengin.” Hivi naik ke atas kasur dan berbaring di samping Oscar. Oscar yang sedang berbaring dan Hivi yang sedang duduk bersandar di headboard, ia menghadap pada Oscar.
Dengan perlahan Hivi mengelus rambut Oscar dan membacakan nya dongeng. “Pada suatu hari, ada seorang anak serigala yang sedang bermain dengan ayahnya. Namun sang ayah tiba-tiba terdiam, pandangan sang ayah tertuju pada burung-burung yang sedang bernyanyi. Sang ayah duduk dan menikmati nyanyian burung itu, sampai-sampai ia lupa bahwa sekarang ia sedang bermain dengan anaknya—”
“Terus anak nya kemana?”
“Diem dulu dong.”
“Oke oke.”
“Sang anak itu berlarian mengejar kupu-kupu dan tidak terasa bahwa ia sudah sampai di tepi jurang, hampir saja ia terjatuh untungnya ada gajah yang sedang sigap menarik anak serigala itu dengan belalainya. “Kamu gapapa kan?” Tanya sang Gajah “Gapapa kok paman, terimakasih ya” Jawab sang anak serigala sebelum ia pergi menghampiri Ayahnya lagi. Saat disana sang anak menceritakan itu semua pada ayahnya dan sang ayah pun meminta maaf pada anak serigala karena telah lalai menjaganya, lalu mereka hidup bahagia selamanyaa!” Tamat.
“Kok saya gak pernah tau dongeng itu ya?” Tanya Oscar bingung. “Emang gak pernah, kan gua ngarang sendiri. Udah ya sekarang tidur, cup cup cup pak tua bobo ya.” Hivi tanpa sadar mencium kening Oscar.
“KOK KAMU CIUM SAYA?” Teriak Oscar yang shock dengan apa yang di lakukan Hivi. “APA? Ibun biasanya kaya gitu, katanya biar cepet sembuh.” Jawab Hivi dengan wajah polos nya.
“Ya-yaudah sana pergi!” Usir Oscar pada Hivi. “YAUDAH SIH” Hivi ngelengos pergi dari sana.
Oscar langsung menutup tubuhnya dengan selimut. “Sialan, dia yang nyium kenapa gua yang malu sih.” Gerutu Oscar.