Bou


Setelah menempuh perjalanan sekiranya 30 menitan dari rumah Kheitara, kini mereka sampai di suatu tempat yang belum pernah Kheitara datangi sebelumnya.

Saat keluar dari dalam mobil Kheitara mengeryit heran, mau apa sebenarnya? bisa di bilang mereka ada disuatu tempat yang di kelilingi sama pohon, dan di sebelahnya itu ada danau dan kursi yang tersedia disana.

Banyak bunga-bunga yang tertanam disini, lebih mirip taman namun tidak terlalu. Entah lah, Kheitara bingung mengartikannya.

“Mou kita mau apa?” tanyanya.

“Nanti juga tau, ayo ikut gua. Bukan disini tempatnya, tapi agak ke dalem sedikit,” lelaki bersurai gelap itu menggandeng tangan Kheitara dan berjalan membawa Kheitara menjauh dari sana.

Setibanya mereka di tempat yang di maksud Mozza, Kheitara tertegun dengan apa yang ia lihat.

Rumah pohon...

Pantas saja saat di perjalanan Mozza mengatakan bahwa tempat ini adalah keinginan hampir seluruh anak kecil.

Ternyata benar, rumah pohon. Dulu ia juga pernah meminta itu pada Mami Papinya, namun sampai sekarang belum diturutin.

“Mou ini? milikmu..” tanyanya sambil menunjuk rumah pohon di depannya itu.

Mozza tersenyum dibuatnya, sampai kedua matanya membentuk bulan sabit. Lelaki April itu mengangguk, lalu mengajak Kheitara untuk masuk kedalam rumah pohon.

Rumah pohon ini dibangun saat Mozza berumur 5 tahun, dulu rumah pohon ini tak sebagus sekarang. Namun sekarang sudah banyak yang berbeda karena sudah diubah sama Mozza dan teman-temannya, didalam rumah pohon itu terdapat banyak polaroid yang tertempel di dinding nya.

Foto-foto Mozza saat kecil, foto saat pertama kali ia bertemu dengan teman-temannya, semuanya ada.

Tak jarang juga mereka menyebut ini rumah kenangan, sebab di rumah pohon itu terdapat banyak kenangan yang mereka buat sejak kecil.

“Khei mau foto gak?” tanya lelaki april itu sembari mengangkat sebuah kamera polaroid.

“Boleh?” “Boleh cantik.”

Senyum Kheitara mengembang mendengar itu, Mozza yang memotret Kheitara pun senyumnya tak luntur sedikit pun, ia mengagumi subjek fotonya kali ini. Kheitara Abhista, si cantik miliknya.

“Liat Khei, cantikkan?” Mozza menunjukan polaroid di tangannya, poloroid Kheitara sedang tersenyum cerah sembari memegang foto dirinya saat kelulusan SMA.

“Iya.. aku cantik Mou?” “Selalu, kamu selalu cantik.”


Setelah menyelesaikan acara mandinya, Mozza menghampiri kamar Kheitara dengan wajah tersenyum, entah apa yang dipikirkan lelaki itu.

Namun saat Mozza membuka kamar Kheitara, lelaki itu mengeryit heran karena kamar yang biasanya terang kini sangat gelap. “Khei?” panggilnya pelan.

Nihil. Tak ada sahutan dari Kheitara, lelaki itu menelusuri tembok mencari saklar lampu dari kamar itu, tapi sialnya Mozza tak menemukannya.

Tiba-tiba sebuah instrumen terdengar dari pojok ruangan, instrumen yang biasa digunakan film film horor itu terdengar sangat kencang, entah berasal dari Handphone atau Vinyl.

“Khei, lo dimana?” panggil lelaki itu dengan suara bergetar, rasanya ia sedang ada di dalam rumah hantu, di tambah lagi kamar Kheitara suhu nya terasa lebih dingin dari biasanya.

Mozza berjalan menghampiri ranjang Kheitara, ia sempet berfikir kalau Kheitara sedang tidur namun lampunya sengaja dimatikan.

Mozza memeriksa ranjang Kheitara, namun tidak ada orang disana, hanya ada boneka kelinci yang biasa dipeluk Kheitara saat tidur.

Tiba-tiba dari bawah ranjang, Mozza merasakan ada tangan halus yang mengelus-elus betisnya. Namun lelaki itu masih berpositive thinking, dan menepis tangan itu.

“Wah gak beres nih kamar, ini gak mungkin temen setannya Kheikie kan? gua harap bukan.”

“Mou.... tangan aku patah...” “Mou.. kepalaku sepertinya akan patah, ayo jahit kan..” “Aku mayat yang terbangun dari kubur, aku ingin mengajakmu..”

Suara-suara itu terdengar dari bawah ranjang, seketika tubuh lelaki itu terasa membeku, tidak berani hanya sekedar menatap ke bawah.

Tidak mendapat respon dari target nya, Kheitara langsung mencengkram betis Mozza dan menariknya sehingga membuat lelaki itu berjatuh ke lantai.

“BANGSAT APAAN NIH”

Kheitara merangkak ke atas badan Mozza dan mengarahkan senter ke bawah dagu, bukan hanya itu. Kheitara berdandan layaknya hantu sekarang, muka pucat, bibir pecah-pecah yang mengeluarkan darah, darah keluar dari hidungnya, dan juga sebuah perban dimata kirinya. Jangan lupakan suaranya yang terdengar seperti suara orang sakit, serak namun yang ini bisa membuat orang merinding.

“Mata aku lepas...” gumamnya.

“SETAN KONTOL, PERGI LO BRENGSEK,” teriak Mozza sambil menendang perut Kheitara.

“AAKH—”

“SETAN APA LO BANGSAT?” todong lelaki itu sambil membawa sebuah pistol mainan milik Kheitara.

“Perutku, sakit.. Mou, aku Khei” balas lelaki manis itu sambil memegangi perutnya yang tadi terkena tendangan Mozza.

“Khei?” mendengar itu Mozza langsung mencari lagi saklar lampu kamar Kheitara, saat lampu itu menyala Mozza dapat melihat Kheitara terbaring di lantai sembari memegangi perutnya.

“KHEI LO GAPAPA?” “AKU SAKIT BODOH”

“Siapa suruh lo nakut-nakutin gua, mampus kan lu kena tendang” jawab Mozza dengan suara pelan, sangat pelan seperti gumaman.

“Hiks.. sakit..” gawat, isakan Kheitara mulai terdengar, buru-buru lelaki itu memeluk tubuh kecil Kheitara.

“Eh eh jangan nangis dong sayang, maaf ya? sakit ya perutnya? sini gua elus-elus perutnya, udah ya cantik nangisnya..”

Malam itu berakhir dengan Kheitara yang terus menangis merasakan perutnya yang sakit dan Mozza yang ketar-ketir melihat si cantik di dekapannya itu terus terisak.


Hivi sudah di pindahkan ke ruangan VIP, disana juga sudah tersedia box baby.

“Terimakasih sayang, kamu hebat. Mas bangga sama kamu, mas seneng anak kita lahir dengan keadaan sehat, kamu pinter banget ngerawatnya waktu baby el masih dalam kandungan kamu. I love you Hivi, kesayangan mas” tuturnya lembut seraya menyuapi Hivi makan.

Hivi tersenyum, tangannya terangkat untuk membelai pipi suaminya. “Itu udah kewajiban aku mas, aku juga mau baby el lahir dengan keadaan sehat” Oscar mengangguk, kedua orang itu benar-benar merasa bahagia, bahagia yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.

Loren Hael Elder. Itu namanya, anak dari Oscar Willonder dan Hivi Shine.

Kedua orang itu menatap Ajidan yang sedang tidur di sofa, bersebelahan dengan box baby.

Anak itu merasa sangat bahagia, bahkan sedaritadi Ajidan hanya ingin dekat dengan Elder.

“Anak kita lucu ya sayang”

“Iya mas, Abang sama Adek lucu. Abang bener-bener sesayang itu sama Elder”

“Jelas dong, Abang selalu nunggu-nunggu kelahiran Elder, kamu tau? dia selalu excited kalau cerita soal kamu dan Elder haha Mommy sama Ibun selalu di buat ketawa kalo Abang kaya gitu”

Pria tampan itu menaruh piring tadi di atas nakas, lalu tangannya menggenggam kedua tangan Hivi.

“Aku bahagia mas”

“Mas juga bahagia, mas berterimakasih banget sama Tuhan udah ngirimin kalian untuk jadi kebahagiaan dan penyemangat mas. Kamu, Abang, Adek, kesayangan mas”

Kedua orang itu saling memeluk satu sama lain, rasanya sangat hangat.


“Abang” panggil Oscar yang sedang berlari mendekati Ajidan dan keluarganya.

“Hallo Daddy” sapa Ajidan pada Oscar yang sudah berdiri di hadapannya.

Ajidan sedang duduk bersama Thania sambil memakan es krim, Thania langsung menyapa Oscar.

“Dek duduk dulu, capek kan kamu lari-larian” Oscar langsung menuruti Thania, pria tampan itu duduk di samping Ajidan seraya mengatur nafasnya.

“Widih udah mau jadi Daddy lagi kamu car car” goda Sugeng pada menantunya yang di angguki oleh Dion Daddy Oscar.

“Oiya jelas dong Yah, bibit unggul ini mah” ucapnya bangga.

Sebenernya Oscar sedang khawatir sekarang, apa yang sedang terjadi di ruangan itu, apa Hivi nya bisa melewati ini dengan lancar.

Namun tiba-tiba sebuah tangan menggenggam tangannya, itu Ajidan. Anak itu tersenyum menatap Oscar, lalu mengelus tangan Daddynya.

“Daddy tenang aja, Papi pasti bisa ngelewatin ini kok, Abang yakin Papi baik-baik aja” ujarnya menenangkan Oscar.

Melihat itu membuat empat orang yang sudah berumur itu tersenyum. Ajidan benar-benar diterima di keluarga ini, mereka menganggap Ajidan layaknya cucu mereka sendiri.

“Tuh car dengerin kata-kata Abang, Hivi pasti balik-baik aja di dalam sana” ucap Daddynya seraya mengelus bahu Oscar.

10 menit berlalu, mereka masih setia menunggu di depan ruangan itu.

Ceklek..

Dokter keluar dari ruangan itu lalu menghampiri keluarganya. “Puji Tuhan anak dan Papi nya selamat, kalau mau masuk silahkan tapi cuma 2 orang saja, nanti kalau nak Hivi sudah sadar kita pindahkan ke ruangan VIP ya. Mari pak buk, kami permisi dulu ya”

“Iya Dok terimakasih ya. Oscar sama Ajidan aja dulu yang masuk, nanti kita gantian” titah Theira selaku Ibunda Hivi.

“Yaudah, kita masuk dulu ya bun” balas Oscar lalu masuk ke dalam ruangan tersebut bersama Ajidan.

Hivi masih terbaring lemas, sementara baby el masih di gendong oleh suster yang ada disana.

“Ini pak anaknya, ganteng pisan ini mah ya kaya Daddy nya haha” gurau suster itu seraya memberikan baby el ke dalam gendongan Oscar.

“Iya sus haha” balas Oscar lalu suster itu pergi keluar.

Oscar menatap bayi yang ada di gendongan nya, sementara Ajidan mendekati Hivi lalu mencium tangan Hivi.

“Terimakasih ya Pi, Papi hebat” ucap Ajidan yang masih menggenggam tangan Hivi.

“Selamat datang jagoan Daddy, kami selalu menunggu kelahiranmu sayang” ucapnya lembut lalu mencium pipi baby el.

“Dad mau liat Dad” pinta Ajidan agar Oscar sedikit menunduk agar ia bisa melihat adiknya.

“Lucu sekali, pipi nya gemes haha” Ajidan menciumi pipi baby el, pipi nya terasa sangat lembut jadi Ajidan tidak rela untuk tidak menciumnya.

“Hallo Adek, ini Abang” sambung nya memperkenalkan dirinya pada baby el yang sedang tertidur.

“Abang seneng gak?”

“Seneng banget Dad” Ajidan tersenyum senang, rasanya anak itu ingin terus tersenyum sambil memperhatikan baby el.


“Abang” panggil Oscar yang sedang berlari mendekati Ajidan dan keluarganya.

“Hallo Daddy” sapa Ajidan pada Oscar yang sudah berdiri di hadapannya.

Ajidan sedang duduk bersama Thania sambil memakan es krim, Thania langsung menyapa Oscar.

“Dek duduk dulu, capek kan kamu lari-larian” Oscar langsung menuruti Thania, pria tampan itu duduk di samping Ajidan seraya mengatur nafasnya.

“Widih udah mau jadi Daddy lagi kamu car car” goda Sugeng pada menantunya yang di angguki oleh Dion Daddy Oscar.

“Oiya jelas dong Yah, bibit unggul ini mah” ucapnya bangga.

Sebenernya Oscar sedang khawatir sekarang, apa yang sedang terjadi di ruangan itu, apa Hivi nya bisa melewati ini dengan lancar.

Namun tiba-tiba sebuah tangan menggenggam tangannya, itu Ajidan. Anak itu tersenyum menatap Oscar, lalu mengelus tangan Daddynya.

“Daddy tenang aja, Papi pasti bisa ngelewatin ini kok, Abang yakin Papi baik-baik aja” ujarnya menenangkan Oscar.

Melihat itu membuat empat orang yang sudah berumur itu tersenyum. Ajidan benar-benar diterima di keluarga ini, mereka menganggap Ajidan layaknya cucu mereka sendiri.

“Tuh car dengerin kata-kata Abang, Hivi pasti balik-baik aja di dalam sana” ucap Daddynya seraya mengelus bahu anaknya.

10 menit berlalu, mereka masih setia menunggu di depan ruangan itu.

Ceklek..

Dokter keluar dari ruangan itu lalu menghampiri keluarganya. “Puji Tuhan anak dan Papi nya selamat, kalau mau masuk silahkan tapi cuma 2 orang saja, nanti kalau nak Hivi sudah sadar kita pindahkan ke ruangan VIP ya. Mari pak buk, kami permisi dulu ya”

“Iya Dok terimakasih ya. Oscar sama Ajidan aja dulu yang masuk, nanti kita gantian” titah Theira selaku Ibunda Hivi.

“Yaudah, kita masuk dulu ya bun” balas Oscar lalu masuk ke dalam ruangan tersebut bersama Ajidan.

Hivi masih terbaring lemas, sementara baby el masih di gendong oleh suster yang ada disana.

“Ini pak anaknya, ganteng pisan ini mah ya kaya Daddy nya haha” gurau suster itu seraya memberikan baby el ke dalam gendongan Oscar.

“Iya sus haha” balas Oscar lalu suster itu pergi keluar.

Oscar menatap bayi yang ada di gendongan nya, sementara Ajidan mendekati Hivi lalu mencium tangan Hivi.

“Terimaksih ya Papi, Papi hebat” ucap Ajidan yang masih menggenggam tangan Hivi.

“Selamat datang jagoan Daddy, kami selalu menunggu kelahiranmu sayang” ucapnya lembut lalu mencium pipi baby el.

“Dad mau liat Dad” pinta Ajidan agar Oscar sedikit menunduk agar ia bisa melihat adiknya.

“Lucu sekali, pipi nya gemes haha” Ajidan menciumi pipi baby el, pipi nya terasa sangat lembut jadi Ajidan tidak rela untuk tidak menciumnya.

“Hallo Adek, ini Abang” sambung nya memperkenalkan dirinya pada baby el yang sedang tertidur.

“Abang seneng gak?”

“Seneng banget Dad” Ajidan tersenyum senang, rasanya anak itu ingin terus tersenyum sambil memperhatikan baby el.


“Abang” panggil Oscar yang sedang berlari mendekati Ajidan dan keluarganya.

“Hallo Daddy” sapa Ajidan pada Oscar yang sudah berdiri di hadapannya.

Ajidan sedang duduk bersama Thania sambil memakan es krim, Thania langsung menyapa Oscar.

“Dek duduk dulu, capek kan kamu lari-larian” Oscar langsung menuruti Thania, pria tampan itu duduk di samping Ajidan seraya mengatur nafasnya.

“Widih udah mau jadi Daddy lagi kamu car car” goda Sugeng pada menantunya yang di angguki oleh Dion Daddy Oscar.

“Oiya jelas dong Yah, bibit unggul ini mah” ucapnya bangga.

Sebenernya dalam Oscar sedang degdegan sekarang, apa yang sedang terjadi di ruangan itu, apa Hivi nya bisa melewati ini dengan lancar.

Namun tiba-tiba sebuah tangan menggenggam tangannya, itu Ajidan. Anak itu tersenyum menatap Oscar, lalu mengelus tangan Daddynya.

“Daddy tenang aja, Papi pasti bisa ngelewatin ini kok, Abang yakin Papi baik-baik aja” ujarnya menenangkan Oscar.

Melihat itu membuat empat orang yang sudah berumur itu tersenyum. Ajidan benar-benar diterima di keluarga ini, mereka menganggap Ajidan layaknya cucu mereka sendiri.

“Tuh car dengerin kata-kata Abang, Hivi pasti balik-baik aja di dalam sana” ucap Daddynya seraya mengelus bahu anaknya.

10 menit berlalu, mereka masih setia menunggu di depan ruangan itu.

Ceklek..

Dokter keluar dari ruangan itu lalu menghampiri keluarganya. “Puji Tuhan anak dan Papi nya selamat, kalau mau masuk silahkan tapi cuma 2 orang saja, nanti kalau nak Hivi sudah sadar kita pindahkan ke ruangan VIP ya. Mari pak buk, kami permisi dulu ya”

“Iya Dok terimakasih ya. Oscar sama Ajidan aja dulu yang masuk, nanti kita gantian” titah Theira selaku Ibunda Hivi.

“Yaudah, kita masuk dulu ya bun” balas Oscar lalu masuk ke dalam ruangan tersebut bersama Ajidan.

Hivi masih terbaring lemas, sementara baby el masih di gendong oleh suster yang ada disana.

“Ini pak anaknya, ganteng pisan ini mah ya kaya Daddy nya haha” gurau suster itu seraya memberikan baby el ke dalam gendongan Oscar.

“Iya sus haha” balas Oscar lalu suster itu pergi keluar.

Oscar menatap bayi yang ada di gendongan nya, sementara Ajidan mendekati Hivi lalu mencium tangan Hivi.

“Terimaksih ya Papi, Papi hebat” ucap Ajidan yang masih menggenggam tangan Hivi.

“Selamat datang jagoan Daddy, kami selalu menunggu kelahiranmu sayang” ucapnya lembut lalu mencium pipi baby el.

“Dad mau liat Dad” pinta Ajidan agar Oscar sedikit menunduk agar ia bisa melihat adiknya.

“Lucu sekali, pipi nya gemes haha” Ajidan menciumi pipi baby el, pipi nya terasa sangat lembut jadi Ajidan tidak rela untuk tidak menciumnya.

“Hallo Adek, ini Abang” sambung nya memperkenalkan dirinya pada baby el yang sedang tertidur.

“Abang seneng gak?”

“Seneng banget Dad” Ajidan tersenyum senang, rasanya anak itu ingin terus tersenyum sambil memperhatikan baby el.


Bulan terus berganti, hingga kini kandungan Hivi sudah memasuki 9 bulan, terhitung beberapa hari lagi hingga hari itu tiba.

Bahkan kamar yang akan di tempati oleh baby el sudah di siapkan, bersebelahan dengan kamar anak sulung mereka, Ajidan Gabinsky.

“Hahaha pinter banget Kevin” ujar Ajidan yang sedang memakan pop corn.

“Bener haha, kalo Abang ada di posisi Kevin gimana bang?” tanya sang Daddy pada Ajidan.

“Abang pasti jauh lebih jail lagi dari Kevin, biar penculiknya kapok” balas Ajidan dengan ekspresi mengejek ke arah Oscar.

“Kalo penculiknya Papi gimana bang?” mendengar pertanyaan itu Ajidan terdiam sebentar lalu berpura-pura berfikir.

Anak itu tersenyum lebar lalu menautkan kedua tangannya. “Kalo Papi yang jadi penculiknya, Abang rela diculik, malah Abang rela tinggal selamanya sama Papi padahal Papi itu penculik” ucapan Ajidan mampu membuat Oscar dan Hivi tertawa terbahak.

Memang ada-ada saja anak sulung nya ini. “Oiya sayang, besok kayanya aku lembur deh” ucapnya pada sang suami.

“Oh ya? tumben banget?” tanya Hivi penasaran, sebab beberapa bulan terakhir ini suaminya memang tidak pernah lembur.

“Biasalah yang, nanti juga Abang bakal ngerasain apa yang Daddy rasain kalo udah mulai mengelola perusahaan sendiri”

“Tuh bang, siap gak kamu?”

“Gimana ya Pi, tapi Abang gak tertarik buat jadi seorang pengusaha”

Mendengar itu Oscar mengerutkan keningnya heran.

“Loh terus Abang mau jadi apa?”

“Abang mau jadi pilot, biar nanti bisa bawa Daddy, Papi, Adek. Pergi keliling dunia, terus nanti Daddy bisa bilang ke kolega Daddy kaya gini” Ajidan berdiri lalu mengambil jas milik Oscar dan memakainya.

“Sir, pilot muda yang tampan itu anak sulung saya. Saya bangga dengan anak saya, dia sungguh belajar dengan giat untuk mengejar cita-citanya” sambung Ajidan menirukan gaya bicara Oscar.

Oscar dan Hivi yang melihat itu justru tertawa gemas, ada-ada saja kelakuan anak sulung mereka ini.

“Daddy tunggu ya Abang, Daddy tunggu kamu sampai jadi pilot” tegas Oscar pada Ajidan.

“Tapi Abang, Papi boleh tau gak kenapa kamu pengen jadi pilot?” tanya Hivi penasaran.

“Pilot itu cita-cita Abang dari Abang masih tk Pi, Abang ingin bawa Papa sama Papi keliling dunia. Namun sayang Tuhan lebih dulu ambil Papa sama Papi, jadi sekarang Abang ganti keinginan Abang” Ajidan menghentikan ucapannya lalu menghela nafas panjang.

“Abang ingin bawa Daddy, Papi, sama Adek buat keliling dunia, biar nanti Papa sama Papi perhatiin Abang dari atas sana. Biar mereka tau kalau Abang bisa wujudin cita-cita Abang, gitu Pi”

Mendengar itu Oscar dan Hivi tersenyum pada Ajidan, mereka sangat bangga dengan anak laki-laki didepan mereka ini.

“Semangat terus ya nak, Papi sama Daddy selalu dukung kamu”


Bulan terus berganti, hingga kini kandungan Hivi sudah memasuki 9 bulan, terhitung beberapa hari lagi hingga hari itu tiba.

Bahkan kamar yang akan di tempati oleh baby el sudah di siapkan, bersebelahan dengan kamar anak sulung mereka, Ajidan Gabinsky.

“Hahaha pinter banget Kevin” ujar Ajidan yang sedang memakan pop corn.

“Bener haha, kalo Abang ada di posisi Kevin gimana bang?” tanya sang Daddy pada Ajidan.

“Abang pasti jauh lebih jail lagi dari Kevin, biar penculiknya kapok” balas Ajidan dengan ekspresi mengejek ke arah Oscar.

“Kalo penculiknya Papi gimana bang?” mendengar pertanyaan itu Ajidan terdiam sebentar lalu berpura-pura berfikir.

Anak itu tersenyum lebar lalu menautkan kedua tangannya. “Kalo Papi yang jadi penculiknya, Abang rela diculik, malah Abang rela tinggal selamanya sama Papi padahal Papi itu penculik” ucapan Ajidan mampu membuat Oscar dan Hivi tertawa terbahak.

Memang ada-ada saja anak sulung nya ini. “Oiya sayang, besok kayanya aku lembur deh” ucapnya pada sang suami.

“Oh ya? tumben banget?” tanya Hivi penasaran, sebab beberapa bulan terakhir ini suaminya memang tidak pernah lembur.

“Biasalah yang, nanti juga Abang bakal ngerasain apa yang Daddy rasain kalo udah mulai mengelola perusahaan sendiri”

“Tuh bang, siap gak kamu?”

“Gimana ya Pi, tapi Abang gak tertarik buat jadi seorang pengusaha”

Mendengar itu Oscar mengerutkan keningnya heran.

“Loh terus Abang mau jadi apa?”

“Abang mau jadi pilot, biar nanti bisa bawa Daddy, Papi, Adek. Pergi keliling dunia, terus nanti Daddy bisa bilang ke kolega Daddy kaya gini” Ajidan berdiri lalu mengambil jas milik Oscar dan memakainya.

“Sir, pilot muda yang tampan itu anak sulung saya. Saya bangga dengan anak saya, dia sungguh belajar dengan giat untuk mengejar cita-citanya” sambung Ajidan menirukan gaya bicara Oscar.

Oscar dan Hivi yang melihat itu justru tertawa gemas, ada-ada saja kelakuan anak sulung mereka ini.

“Daddy tunggu ya Abang, Daddy tunggu kamu sampai jadi pilot” tegas Oscar pada Ajidan.

“Tapi Abang, Papi boleh tau gak kenapa kamu pengen jadi pilot?” tanya Hivi penasaran.

“Pilot itu cita-cita Abang dari Abang masih tk Pi, Abang ingin bawa Papa sama Papi keliling dunia. Namun sayang Tuhan lebih dulu ambil Papa sama Papi, jadi sekarang Abang ganti keinginan Abang” Ajidan menghentikan ucapanya lalu menghela nafas panjang.

“Abang ingin bawa Daddy, Papi, sama Adek buat keliling dunia, biar nanti Papa sama Papi perhatiin Abang dari atas sana. Biar mereka tau kalau Abang bisa wujudin cita-cita Abang, gitu Pi”

Mendengar itu Oscar dan Hivi tersenyum pada Ajidan, mereka sangat bangga dengan anak laki-laki didepan mereka ini.

“Semangat terus ya nak, Papi sama Daddy selalu dukung kamu”


“Mas, gapapa Abang sama Ibun Ayah? aku takut ngerepotin mereka” ucap Hivi lirih.

Sebenernya ia juga tidak rela kalau Ajidan harus bersama Ayah dan Ibu nya walaupun itu hanya 1 minggu.

“Gapapa sayang, lagipula Ayah sama Ibun juga seneng kan. Malah mereka yang bilang kalau Abang disananya 1 minggu, biarin aja sayang, biar Abang makin akbrab sama Oma Opanya” tutur Oscar dengan lembut, seraya mengelus surai halus lelaki manis itu.

Mendengar itu akhirnya Hivi mengangguk, yang dikatakan suaminya memang benar.

“Aku kangen mas, kaya gini sama kamu” ungkap lelaki manis itu dengan senyuman manis yang terukir indah diwajahnya.

“Mas juga kangen sayang, baby el gimana selama kamu disana? anak kita gak nakal kan di dalem sini?” tanyanya sambil mengelus perut Hivi yang sudah lumayan membesar.

“Engga mas, kayanya baby el ngerti kalau dia cuma berdua sama aku jadinya gak pengen yang aneh-aneh” yang lebih tua tertawa mendengar apa yang diucapkan suami kecil nya itu.

“Bagus dong, berarti anak kita dengerin apa yang mas bilang semalem nya”

“Emang mas bilang apa?”

“Mas bilang kaya gini. Hallo anakku, besok Papi kamu mau pergi sama Oma kamu selama 3 hari. Tolong kerjasamanya ya nak, soalnya kalian hanya berdua disana, tanpa Daddy, tanpa Abang juga. Walaupun ada Oma kamu, beliau pasti sibuk juga sama kerjaan nya. Nanti kamu jangan nakal ya? jangan kepengen yang aneh-aneh, i love you jagoan Daddy.”

Hivi terkekeh mendengarnya. “Oh gitu ya? terimakasih ya Daddy, udah bilang kaya gitu ke baby el biar baby el nya nggak nakal haha lucu banget sih”

Oscar juga ikut terkekeh, lelaki tampan itu menciumi setiap inci muka lelaki manis di dekapannya.

“Sama-sama sayang” ucapnya.

Keduanya kembali terdiam, saling memeluk satu sama lain sembari menatap bintang-bintang yang berkilauan di langit.

Saat ini mereka berada di balkon, dengan musik yang mengalun indah dari turntable vinyl yang memutar salah satu lagu dari Zack Tabudlo.

I want you to know I love you the most I'll always be there right by your side Cause baby, you're always in my mind Just give me your forever

Give me your forever – Zack Tabudlo


“Mas, gapapa Abang sama Ibun Ayah? aku takut ngerepotin mereka” ucap Hivi lirih.

Sebenenya ia juga tidak rela kalau Ajidan harus bersama Ayah dan Ibu nya walaupun itu hanya 1 minggu.

“Gapapa sayang, lagipula Ayah sama Ibun juga seneng kan. Malah mereka yang bilang kalau Abang disananya 1 minggu, biarin aja sayang, biar Abang makin akbrab sama Oma Opanya” tutur Oscar dengan lembut, seraya mengelus surai halus lelaki manis itu.

Mendengar itu akhirnya Hivi mengangguk, yang dikatakan suaminya memang benar.

“Aku kangen mas, kaya gini sama kamu” ungkap lelaki manis itu dengan senyuman manis yang terukir indah diwajahnya.

“Mas juga kangen sayang, baby el gimana selama kamu disana? anak kita gak nakal kan di dalem sini?” tanyanya sambil mengelus perut Hivi yang sudah lumayan membesar.

“Engga mas, kayanya baby el ngerti kalau dia cuma berdua sama aku jadinya gak pengen yang aneh-aneh” yang lebih tua tertawa mendengar apa yang diucapkan suami kecil nya itu.

“Bagus dong, berarti anak kita dengerin apa yang mas bilang semalem nya”

“Emang mas bilang apa?”

“Mas bilang kaya gini. Hallo anakku, besok Papi kamu mau pergi sama Oma kamu selama 3 hari. Tolong kerjasamanya ya nak, soalnya kalian hanya berdua disana, tanpa Daddy, tanpa Abang juga. Walaupun ada Oma kamu, beliau pasti sibuk juga sama kerjaan nya. Nanti kamu jangan nakal ya? jangan kepengen yang aneh-aneh, i love you jagoan Daddy.”

Hivi terkekeh mendengarnya. “Oh gitu ya? terimakasih ya Daddy, udah bilang kaya gitu ke baby el biar baby el nya nggak nakal haha lucu banget sih”

Oscar juga ikut terkekeh, lelaki tampan itu menciumi setiap inci muka lelaki manis di dekapannya.

“Sama-sama sayang” ucapnya.

Keduanya kembali terdiam, saling memeluk satu sama lain sembari menatap bintang-bintang yang berkilauan di langit.

Saat ini mereka berada di balkon, dengan musik yang mengalun indah dari turntable vinyl yang memutar salah satu lagu dari Zack Tabudlo.

I want you to know I love you the most I'll always be there right by your side Cause baby, you're always in my mind Just give me your forever

Give me your forever – Zack Tabudlo