Ajidan Gabinsky
Membutuhkan waktu berjam-jam untuk sampai ke solo, sesampainya Hivi disana hari sudah mulai malam.
Di rumah Gabinsky, lelaki manis itu menekan sebuah bel yang terletak disana. Beberapa saat kemudia pintu itu terbuka, menampilkan seorang anak yang Hivi sendiri sudah tau siapa anak itu.
“Cari siapa?” tanya Ajidan.
“Ini Aji ya? Saya Hivi, Hivi Shine. Sumianya Oscar, suami saya ada disini kan?” anak itu mengangguk lalu mengizinkan Hivi untuk masuk ke dalam.
Jeremy sama Biru? mereka berdua berniat untuk mencari hotel untuk bermalam disana, tentunya dengan dua kamar.
“Om Oscar itu” ucap Ajidan yang berjalan mendekati Oscar lalu menunjuk ke arah Hivi.
“Hallo sayang, perjalanan kamu baik-baik aja kan?” sapa lelaki tampan itu sembari berjalan mendekati Hivi lalu merentangkan tangannya.
Hivi tersenyum, ia memeluk tubuh Oscar dan menghirup bau maskulin dari tubuh suaminya, ia sangat merindukan itu.
“Baik-baik aja kok, Abang sama teh Biru hari ini nginep di hotel. Besok setelah pemakaman mereka mau langsung pulang katanya, aku pulang bareng kamu ya?”
“Iyaa sayang, kamu pulang bareng aku” Kedua orang itu tersenyum lalu yang lebih tua mencium kening Hivi.
Apa yang mereka lakukan tak luput dari pandangan Ajidan, anak itu sedang duduk di sofa sembari memperhatikan mereka berdua. Anak itu teringat dengan kedua orang tuanya, Ajidan kembali menitikkan air mata.
Melihat itu Hivi langsung melepaskan pelukannya pada Oscar dan berjalan menghampiri Ajidan.
“Ajidan mau peluk juga?” tanya Hivi dengan hati-hati, mendengar itu Ajidan menoleh dan Hivi bisa melihat dengan jelas wajah anak itu.
Ajidan samar-samar mengangguk, anak itu masih sedikit takut dengan Hivi karena menurutnya Hivi adalah orang asing.
“Sini nak” lelaki manis itu merentangkan tangannya, menyambut tubuh letih Ajidan kedalam pelukannya.
Melihat itu Ajidan langsung menghamburkan pelukan pada Hivi, anak itu menangis. Hivi membiarkan Ajidan menangis dipelukannya, ia tentu tau apa yang dirasakan anak ini.
Kehilangan, hal yang selalu di takuti orang-orang. Terlebih lagi ini orang terkasihnya yang meninggalkannya, Ajidan sangat terpukul.
“Hiks Papa sama Papi” ucap anak itu yang masih terisak.
“Iya nak iya, Aji ikhlasin ya? mau gimana pun juga ini udah takdir Tuhan, kita gak bisa nentang itu sayang. Aji yang sabar ya, kamu disini nggak sendirian kok, ada om Oscar, ada kakak, masih banyak orang yang sayang sama kamu” tutur Hivi dengan lembut, tangannya masih setia mengelus punggung Ajidan.
“Iya nak, ikhlasin Papa sama Papi kamu ya? kita doain semoga Papa sama Papi kamu tenang di alam sana, kasian juga mereka kalo liat kamu nangis gini. Nanti yang ada kamu sakit, mereka pasti sedih liat jagoan mereka sakit” sambung Oscar yang sudah duduk di samping Ajidan.
Kedua orang itu terus mengucapkan kata-kata penenang pada Ajidan, hingga anak itu tertidur dipelukan Hivi.
Oscar langsung menggendong Ajidan menuju kamarnya, sementara Hivi di bawah membuatkan teh untuk nya dan juga Oscar.
“Udah selesai sayang?” tanya lelaki yang baru saja turun tangga itu.
“Udah mas, nih teh kamu” lelaki manis itu memberikan secangkir teh pada suaminya.
Kedua orang itu kembali duduk di sofa, menikmati teh mereka. Hivi bersandar pada Oscar dan Oscar memeluk pinggang Hivi, satu tangannya ia gunakan untuk mengelus perut Hivi.
“Mas, Ajidan gimana? aku kasian sama dia, Ajidan mau tinggal sama siapa setelah ini” Tanya Hivi.
“Abin waktu itu pernah bilang, kalau dia pergi lebih cepat dia mau Ajidan di rawat sama kita, Abin cuma percayain Ajidan ke kita sayang”
“BENERAN MAS?”
“Iya sayang, kamu mau kan rawat Ajidan? itung-itung kita nambah anak lagi haha”
“Mau mau! nanti kita bilang ke Ajidan ya, besok di pemakanan aku juga mau izin ke kak July buat rawat Ajidan layaknya anak aku sendiri”
“Harus itu mah” keduanya terkekeh, Hivi menyamankan dirinya di dalam pelukan Oscar. Ia sangat merindukan suaminya, begitu juga dengan Oscar.