Bou


Membutuhkan waktu berjam-jam untuk sampai ke solo, sesampainya Hivi disana hari sudah mulai malam.

Di rumah Gabinsky, lelaki manis itu menekan sebuah bel yang terletak disana. Beberapa saat kemudia pintu itu terbuka, menampilkan seorang anak yang Hivi sendiri sudah tau siapa anak itu.

“Cari siapa?” tanya Ajidan.

“Ini Aji ya? Saya Hivi, Hivi Shine. Sumianya Oscar, suami saya ada disini kan?” anak itu mengangguk lalu mengizinkan Hivi untuk masuk ke dalam.

Jeremy sama Biru? mereka berdua berniat untuk mencari hotel untuk bermalam disana, tentunya dengan dua kamar.

“Om Oscar itu” ucap Ajidan yang berjalan mendekati Oscar lalu menunjuk ke arah Hivi.

“Hallo sayang, perjalanan kamu baik-baik aja kan?” sapa lelaki tampan itu sembari berjalan mendekati Hivi lalu merentangkan tangannya.

Hivi tersenyum, ia memeluk tubuh Oscar dan menghirup bau maskulin dari tubuh suaminya, ia sangat merindukan itu.

“Baik-baik aja kok, Abang sama teh Biru hari ini nginep di hotel. Besok setelah pemakaman mereka mau langsung pulang katanya, aku pulang bareng kamu ya?”

“Iyaa sayang, kamu pulang bareng aku” Kedua orang itu tersenyum lalu yang lebih tua mencium kening Hivi.

Apa yang mereka lakukan tak luput dari pandangan Ajidan, anak itu sedang duduk di sofa sembari memperhatikan mereka berdua. Anak itu teringat dengan kedua orang tuanya, Ajidan kembali menitikkan air mata.

Melihat itu Hivi langsung melepaskan pelukannya pada Oscar dan berjalan menghampiri Ajidan.

“Ajidan mau peluk juga?” tanya Hivi dengan hati-hati, mendengar itu Ajidan menoleh dan Hivi bisa melihat dengan jelas wajah anak itu.

Ajidan samar-samar mengangguk, anak itu masih sedikit takut dengan Hivi karena menurutnya Hivi adalah orang asing.

“Sini nak” lelaki manis itu merentangkan tangannya, menyambut tubuh letih Ajidan kedalam pelukannya.

Melihat itu Ajidan langsung menghamburkan pelukan pada Hivi, anak itu menangis. Hivi membiarkan Ajidan menangis dipelukannya, ia tentu tau apa yang dirasakan anak ini.

Kehilangan, hal yang selalu di takuti orang-orang. Terlebih lagi ini orang terkasihnya yang meninggalkannya, Ajidan sangat terpukul.

“Hiks Papa sama Papi” ucap anak itu yang masih terisak.

“Iya nak iya, Aji ikhlasin ya? mau gimana pun juga ini udah takdir Tuhan, kita gak bisa nentang itu sayang. Aji yang sabar ya, kamu disini nggak sendirian kok, ada om Oscar, ada kakak, masih banyak orang yang sayang sama kamu” tutur Hivi dengan lembut, tangannya masih setia mengelus punggung Ajidan.

“Iya nak, ikhlasin Papa sama Papi kamu ya? kita doain semoga Papa sama Papi kamu tenang di alam sana, kasian juga mereka kalo liat kamu nangis gini. Nanti yang ada kamu sakit, mereka pasti sedih liat jagoan mereka sakit” sambung Oscar yang sudah duduk di samping Ajidan.

Kedua orang itu terus mengucapkan kata-kata penenang pada Ajidan, hingga anak itu tertidur dipelukan Hivi.

Oscar langsung menggendong Ajidan menuju kamarnya, sementara Hivi di bawah membuatkan teh untuk nya dan juga Oscar.

“Udah selesai sayang?” tanya lelaki yang baru saja turun tangga itu.

“Udah mas, nih teh kamu” lelaki manis itu memberikan secangkir teh pada suaminya.

Kedua orang itu kembali duduk di sofa, menikmati teh mereka. Hivi bersandar pada Oscar dan Oscar memeluk pinggang Hivi, satu tangannya ia gunakan untuk mengelus perut Hivi.

“Mas, Ajidan gimana? aku kasian sama dia, Ajidan mau tinggal sama siapa setelah ini” Tanya Hivi.

“Abin waktu itu pernah bilang, kalau dia pergi lebih cepat dia mau Ajidan di rawat sama kita, Abin cuma percayain Ajidan ke kita sayang”

“BENERAN MAS?”

“Iya sayang, kamu mau kan rawat Ajidan? itung-itung kita nambah anak lagi haha”

“Mau mau! nanti kita bilang ke Ajidan ya, besok di pemakanan aku juga mau izin ke kak July buat rawat Ajidan layaknya anak aku sendiri”

“Harus itu mah” keduanya terkekeh, Hivi menyamankan dirinya di dalam pelukan Oscar. Ia sangat merindukan suaminya, begitu juga dengan Oscar.


Usai membalas pesan dari temen-temannya, Hivi menaruh kembali handphone nya di atas meja.

“Baby el nanti malem kamu jangan nendang terlalu keras ya? soalnya Daddy kamu lagi pergi, kalo kamu nendang terlalu keras nanti Papi minta di elusin siapa hm?” monolog Hivi sembari mengelus perutnya.

Pemuda itu tersenyum, biasanya di jam-jam segini itu ia sedang menonton film atau berkebun di kebun kecil miliknya yang ada di samping rumah, tentunya sesekali ia juga membalas pesan dari suaminya.

Hivi berjalan menjauh dari dapur dan berjalan mendekati ruang tengah sembari menunggu kue yang di oven matang.

Selang waktu beberapa menit, bel rumah nya di tekan dengan sangat brutal dan tentu saja ia tau siapa yang menekan bel itu.

“Ini anak pada gak sabaran” dengusnya lalu berjalan ke depan untuk membukakan pintu.

Setelah pintu itu terbuka, ia melihat teman-temannya sudah ada di depan dan membawa sebuah koper di tangan mereka.

“Anjir beneran mau nginep lo pada?” Hivi melongo melihat koper yang mereka bawa.

“Hehe kan kita udah bilang Pi” ujar Katharine sambil menggaruk lehernya yang tidak gatal.

“Yaudah sini masuk, barang-barang nya langsung masukin ke kamar tamu aja ya, tau kan? gua mau liat kue nya udah mateng apa belum” suruh Hivi pada mereka dan langsung dilakukan.

Hivi menghela nafas panjang, dan berjalan mendekati dapur untuk melihat kue nya sudah matang apa belum.

“Pi udah mateng?” tanya Neona yang tiba-tiba berdiri di belakang Hivi.

“ANJING, bukannya lo lagi beresin barang-barang lo?” tanya Hivi balik sambil menunjuk ke arah kamar tamu.

“Ntaran aja lah Pi, gua mau nemenin lo hehe. Udah belum Pi? kalo udah biar gua aja yang ambil kue nya lo duduk aja” pemuda itu mengedipkan matanya berkali-kali, lalu mengangguk dan membiarkan Neona mengambil alih.

“Udah kok, pake itu ambil nya biar gak panas”

“Tau kok manis”

Mendengar respon Neona Hivi hanya memutar bola matanya malas.

“Kok tiba-tiba kepikiran bikin ini kue Pi, ngapa dah?” tanya Neona penasaran.

“Ya gapapa, gua kasian aja sama anak tiri gua sering minta dibikin itu tapi baru gua bikin sekarang haha”

“Anjing lo Pi” balas Neona di sertai dengan kekehan.


Sesuai apa yang Hivi janjikan pada Oscar, ia akan membuatkan Oscar rujak yang sama seperti yang ia makan dengan teman-temannya.

Hivi pun mencicipi sambal bikinannya, dirasa sudah cukup ia langsung menyiapkan sambal itu pada mangkuk kecil.

Sementara Oscar, pria tampan itu disuruh untuk mengupas dan memotong-motong buah.

“Sayang, kaya gini kan?” tanya Oscar sembari menunjukan buah yang sudah ia potong-potong.

“Iyaa, tapi jangan kecil-kecil banget Mas” jawab Hivi.

Oscar pun mengangguk lalu kembali memotong-motong buah. Hivi sudah menyiapkan sambal, dan juga membuat minum untuk mereka berdua.

“Udah kan segini aja?” pertanyaan itu di angguki oleh Hivi, lalu Hivi kembali menyuruh Oscar untuk membawa buah itu ke kamar.

Mereka memang berniat untuk makan di kamar, sembari menonton drama korea yang di rekomendasikan oleh Hivi.

Episode demi episode mereka menonton, tentunya dengan memakan rujak yang tadi.

“Enak, kamu gak mau jualan ginian? pasti laris banget” tanya Oscar dengan nada bercanda.

“Ngapain? suami gua kaya, buat apa gua kerja? kalo gua kerja sayang banget duit lo gak ada yang abisin Mas” balas Hivi seraya menepuk-nepuk pipi Oscar.

“Hahaha iya iyaa, sayang. Abis baby el lahir apa kamu mau ngelanjutin karir kamu?”

Bukan apa-apa, Oscar hanya takut kalau Hivi melanjutkan karir nya menjadi seorang model, sementara dirinya juga sibuk dengan kerjaannya. Siapa yang akan merawat baby el? ia tidak mau kalau baby el di asuh oleh baby sitter ataupun merepotkan orang tua dan mertuanya.

“Engga deh mas, aku mau di rumah aja sama baby el. Lagipula peran aku buat baby el itu penting banget kan? aku mau jadi papi yang baik buat baby el” jawabnya dengan santai sambil mengelus-elus perutnya.

Mendengar jawaban Hivi, Oscar tertegun. Hivi menyebut dirinya pakai aku bukan gua lagi, setelahnya pria tampan itu tersenyum lebar hingga membuat yang lebih muda terheran-heran.

“Kenapa dah?”

“Sekarang ngomong nya pake aku hm? good boy kitten” godanya sembari mengecup pipi gembul Hivi yang langsung membuat pipi itu bersemu.

“Maksudnya, gua. Iya gua mau jadi papi yang baik buat baby el” jelas Hivi dengan terbata-bata.

“Pake aku-kamu aja dong, masa bentar lagi punya baby masih pake gua-lo. Kan gak bagus sayang, yaa?”

Pria tampan itu menatap penuh harap pada Hivi, sudah lama ia mengharapkan itu. Mungkin sekarang emang waktu yang tepat buat minta Hivi pake aku-kamu bukan gua-lo lagi.

Melihat itu pun Hivi tersenyum paksa, apa-apaan suaminya ini? biasanya kalo Oscar sedang seperti ini Hivi tinggal pergi, tapi sekarang badan Hivi seakan dikunci oleh Oscar agar tidak pergi.

“Iya iya, pake aku-kamu” jawabnya pasrah yang langsung mengundang teriakan dari Oscar yang baru saja melepas pelukannya.

“YESSS, EL PAPI MU MAU EL” sorak Oscar senang, bahkan muka pria itu sangat sumringah sekarang.

Hivi hanya melongo melihat Oscar, dengan perlahan ia beranjak turun dan keluar dari kamar meninggalkan Oscar yang masih bersorak didalam.


Sesuai apa yang Hivi janjikan pada Oscar, ia akan membuatkan Oscar rujak yang sama seperti yang ia makan dengan teman-temannya.

Hivi pun mencicipi sambal bikinannya, dirasa sudah cukup ia langsung menyiapkan sambal itu pada mangkuk kecil.

Sementara Oscar, pria tampan itu disuruh untuk mengupas dan memotong-motong buah.

“Sayang, kaya gini kan?” tanya Oscar sembari menunjukan buah yang sudah ia potong-potong.

“Iyaa, tapi jangan kecil-kecil banget Mas” jawab Hivi.

Oscar pun mengangguk lalu kembali memotong-motong buah. Hivi sudah menyiapkan sambal, dan juga membuat minum untuk mereka berdua.

“Udah kan segini aja?” pertanyaan itu di angguki oleh Hivi, lalu Hivi kembali menyuruh Oscar untuk membawa buah itu ke kamar.

Mereka memang berniat untuk makan di kamar, sembari menonton drama korea yang di rekomendasikan oleh Hivi.

Episode demi episode mereka menonton, tentunya dengan memakan rujak yang tadi.

“Enak, kamu gak mau jualan ginian? pasti laris banget” tanya Oscar dengan nada bercanda.

“Ngapain? suami gua kaya, buat apa gua kerja? kalo gua kerja sayang banget duit lo gak ada yang abisin Mas” balas Hivi seraya menepuk-nepuk pipi Oscar.

“Hahaha iya iyaa, sayang. Abis baby el lahir apa kamu mau ngelanjutin karir kamu?”

Bukan apa-apa, Oscar hanya takut kalau Hivi melanjutkan karir nya menjadi seorang model, sementara dirinya juga sibuk dengan kerjaannya. Siapa yang akan merawat baby el? ia tidak mau kalau baby el di asuh oleh baby sitter ataupun merepotkan orang tua dan mertuanya.

“Engga deh mas, aku mau di rumah aja sama baby el. Lagipula peran aku buat baby el itu penting banget kan? aku mau jadi papi yang baik buat baby el” jawabnya dengan santai sambil mengelus-elus perutnya.

Mendengar jawaban Hivi, Oscar tertegun. Hivi menyebut dirinya pakai aku bukan gua lagi, setelahnya pria tampan itu tersenyum lebar hingga membuat yang lebih muda terheran-heran.

“Kenapa dah?”

“Sekarang ngomong nya pake aku hm? good boy kitten” godanya sembari mengecup pipi gembul Hivi yang langsung membuat pipi itu bersemu.

“Maksudnya, gua. Iya gua mau jadi papi yang baik buat baby el” jelas Hivi dengan terbata-bata.

“Pake aku-kamu aja dong, masa bentar lagi punya baby masih pake gua-lo. Kan gak bagus sayang, yaa?”

Pria tampan itu menatap penuh harap pada Hivi, sudah lama ia mengharapkan itu. Mungkin sekarang emang waktu yang tepat buat minta Hivi pake aku-kamu bukan gua-lo lagi.

Melihat itu pun Hivi tersenyum paksa, apa-apaan suaminya ini? biasanya kalo Oscar sedang seperti ini Hivi tinggal pergi, tapi sekarang badan Hivi seakan dikunci oleh Oscar agar tidak pergi.

“Iya iya, pake aku-kamu” jawabnya pasrah dan langsung mengundang teriakan dari Oscar yang baru saja melepas pelukannya.

“YESSS, EL PAPI MU SETUJU EL” sorak Oscar senang, bahkan muka pria itu sangat sumringah sekarang.

Hivi hanya melongo melihat Oscar, dengan perlahan ia beranjak turun dan keluar dari kamar meninggalkan Oscar yang masih bersorak didalam.


Sesuai apa yang Hivi janjikan pada Oscar, ia akan membuatkan Oscar rujak yang sama seperti yang ia makan dengan teman-temannya.

Hivi pun mencicipi sambal bikinannya, dirasa sudah cukup ia langsung menyiapkan sambal itu pada mangkuk kecil.

Sementara Oscar, pria tampan itu disuruh untuk mengupas dan memotong-motong buah.

“Sayang, kaya gini kan?” tanya Oscar sembari menunjukan buah yang sudah ia potong-potong.

“Iyaa, tapi jangan kecil-kecil banget Mas” jawab Hivi.

Oscar pun mengangguk lalu kembali memotong-motong buah. Hivi sudah menyiapkan sambal, dan juga membuat minum untuk mereka berdua.

“Udah kan segini aja?” pertanyaan itu di angguki oleh Hivi, lalu Hivi kembali menyuruh Oscar untuk membawa buah itu ke kamar.

Mereka memang berniat untuk makan di kamar, sembari menonton drama korea yang di rekomendasikan oleh Hivi.

Episode demi episode mereka menonton, tentunya dengan memakan rujak yang tadi.

“Enak, kamu gak mau jualan ginian? pasti laris banget” tanya Oscar dengan nada bercanda.

“Ngapain? suami gua kaya, buat apa gua kerja? kalo gua kerja sayang banget duit lo gak ada yang abisin Mas” balas Hivi seraya menepuk-nepuk pipi Oscar.

“Hahaha iya iyaa, sayang. Abis baby el lahir apa kamu mau ngelanjutin karir kamu?”

Bukan apa-apa, Oscar hanya takut kalau Hivi melanjutkan karir nya menjadi seorang model, sementara dirinya juga sibuk dengan kerjaannya. Siapa yang akan merawat baby el? ia tidak mau kalau baby el di asuh oleh baby sitter ataupun merepotkan orang tua dan mertuanya.

“Engga deh mas, aku mau di rumah aja sama baby el. Lagipula peran aku buat baby el itu penting banget kan? aku mau jadi papi yang baik buat baby el” jawabnya dengan santai sambil mengelus-elus perutnya.

Mendengar jawaban Hivi, Oscar tertegun. Hivi pake menyebut dirinya pakai aku bukan gua lagi, setelahnya pria tampan itu tersenyum lebar hingga membuat yang lebih muda terheran-heran.

“Kenapa dah?”

“Sekarang ngomong nya pake aku hm? good boy kitten” godanya sembari mengecup pipi gembul Hivi yang langsung membuat pipi itu bersemu.

“Maksudnya, gua. Iya gua mau jadi papi yang baik buat baby el” jelas Hivi dengan terbata-bata.

“Pake aku-kamu aja dong, masa bentar lagi punya baby masih pake gua-lo. Kan gak bagus sayang, yaa?”

Pria tampan itu menatap penuh harap pada Hivi, sudah lama ia mengharapkan itu. Mungkin sekarang emang waktu yang tepat buat minta Hivi pake aku-kamu bukan gua-lo lagi.

Melihat itu pun Hivi tersenyum paksa, apa-apaan suaminya ini? biasanya kalo Oscar sedang seperti ini Hivi tinggal pergi, tapi sekarang badan Hivi seakan dikunci oleh Oscar agar tidak pergi.

“Iya iya, pake aku-kamu” jawabnya pasrah dan langsung mengundang teriakan dari Oscar yang baru saja melepas pelukannya.

“YESSS, EL PAPI MU SETUJU EL” sorak Oscar senang, bahkan muka pria itu sangat sumringah sekarang.

Hivi hanya melongo melihat Oscar, dengan perlahan ia beranjak turun dan keluar dari kamar meninggalkan Oscar yang masih bersorak didalam.


Sesuai apa yang Hivi janjikan pada Oscar, ia akan membuatkan Oscar rujak yang sama seperti yang ia makan dengan teman-temannya.

Hivi pun mencicipi sambal bikinannya, dirasa sudah cukup ia langsung menyiapkan sambal itu pada mangkuk kecil.

Sementara Oscar, pria tampan itu disuruh untuk mengupas dan memotong-motong buah.

“Sayang, kaya gini kan?” tanya Oscar sembari menunjukan buah yang sudah ia potong-potong.

“Iyaa, tapi jangan kecil-kecil banget Mas” jawab Hivi.

Oscar pun mengangguk lalu kembali memotong-motong buah. Hivi sudah menyiapkan sambal, dan juga membuat minum untuk mereka berdua.

“Udah kan segini aja?” pertanyaan itu di angguki oleh Hivi, lalu Hivi kembali menyuruh Oscar untuk membawa buah itu ke kamar.

Mereka memang berniat untuk makan di kamar, sembari menonton drama korea yang di rekomendasikan oleh Hivi.

Episode demi episode mereka menonton, tentunya dengan memakan rujak yang tadi.

“Enak, kamu gak mau jualan ginian? pasti laris banget” tanya Oscar dengan nada bercanda.

“Ngapain? suami gua kaya, buat apa gua kerja? kalo gua kerja sayang banget duit lo gak ada yang abisin Mas” balas Hivi seraya menepuk-nepuk pipi Oscar.

“Hahaha iya iyaa, sayang. Abis baby el lahir apa kamu mau lanjutin karir?”

Bukan apa-apa, Oscar hanya takut kalau Hivi melanjutkan karir nya menjadi seorang model, sementara dirinya juga sibuk dengan kerjaannya. Siapa yang akan merawat baby el? ia tidak mau kalau baby el di asuh oleh baby sitter ataupun merepotkan orang tua dan mertuanya.

“Engga deh mas, aku mau di rumah aja sama baby el. Lagipula peran aku buat baby el itu penting banget kan? aku mau jadi papi yang baik buat baby el” jawabnya dengan santai sambil mengelus-elus perutnya.

Mendengar jawaban Hivi, Oscar tertegun. Hivi pake menyebut dirinya pakai aku bukan gua lagi, setelahnya pria tampan itu tersenyum lebar hingga membuat yang lebih muda terheran-heran.

“Kenapa dah?”

“Sekarang ngomong nya pake aku hm? good boy kitten” godanya sembari mengecup pipi gembul Hivi yang langsung membuat pipi itu bersemu.

“Maksudnya, gua. Iya gua mau jadi papi yang baik buat baby el” jelas Hivi dengan terbata-bata.

“Pake aku-kamu aja dong, masa bentar lagi punya baby masih pake gua-lo. Kan gak bagus sayang, yaa?”

Pria tampan itu menatap penuh harap pada Hivi, sudah lama ia mengharapkan itu. Mungkin sekarang emang waktu yang tepat buat minta Hivi pake aku-kamu bukan gua-lo lagi.

Melihat itu pun Hivi tersenyum paksa, apa-apaan suaminya ini? biasanya kalo Oscar sedang seperti ini Hivi tinggal pergi, tapi sekarang badan Hivi seakan dikunci oleh Oscar agar tidak pergi.

“Iya iya, pake aku-kamu” jawabnya pasrah dan langsung mengundang teriakan dari Oscar yang baru saja melepas pelukannya.

“YESSS, EL PAPI MU SETUJU EL” sorak Oscar senang, bahkan muka pria itu sangat sumringah sekarang.

Hivi hanya melongo melihat Oscar, dengan perlahan ia beranjak turun dan keluar dari kamar meninggalkan Oscar yang masih bersorak didalam.


“Enak gak Pi sambel bikinan gua?” tanya Katharine sembari menyalakan tv.

“Enaakk, rasanya sama kaya sambel bikinan ibu kantin sekolah sebelah haha” balas Hivi.

Neona yang sedang memotong apel pun tertawa, sudah lama mereka tidak mampir ke kantin sekolah sebelah. Biasanya kalo jamkos mereka bolosnya kesitu, sekarang saat sudah lulus semuanya tinggal kenangan.

“Iya lah, orang itu Arin minta diajarin sama ibu kantin Pi” celetuk Kalle yang di angguki oleh Reno.

Mereka berlima bersantai di ruang tengah, dengan rujak yang ada di hadapan mereka, serta beberapa jajanan lain.

Mereka juga sedang nonton Home Alone, itu salah satu film favorit mereka sejak dulu.

“Kalo lagi kaya gini tuh rasanya kaya balik lagi ke zaman dulu haha” Zaman dulu yang di maksud Kalle itu waktu mereka masih sd, mereka berlima temenan sejak sd.

Tadinya hanya Hivi, Neona dan Kalle. Lalu keluarga Katharine pindah ke komplek itu, dan beberapa minggu kemudian Keluarga Reno juga pindah kesitu.

“Bener banget, waktu itu kita nonton di kamar bonyok nya elu kan Pi. Sekasur berlima sambil selimutan, di tambah minum coklat panas bikinan Bunda haha seru banget masa kecil kita” sambung Neona disertai dengan tawa.

“Sampe sekarang masih ada tau foto-fotonya” ujar Hivi.

Mendengar itu membuat mereka berempat langsung menoleh pada Hivi.

“DIMANA?” seru mereka bersamaan.

“Di simpen sama Bunda, foto-fotonya di simpen di album yang dulu kita hias” sambung Hivi sembari memakan rujak.

“Coretan bocah sd haha, ntar ke rumah Bunda yuk? liat-liat fotonya” ajak Reno pada yang lain.

“Haruss dong!”


Saat ini kedua orang itu sedang bersantai di tepian pantai, menatap matahari yang perlahan mulai terbenam.

Suara debur ombak seakan menambah ketenangan dan juga hembusan angin yang menggerakkan surai mereka.

Pria yang memiliki senyuman bulan sabit itu tersenyum, dan memeluk tubuh orang yang dicintainya.

Membawa tubuh itu ke dalam dekapannya, lalu memandang ke arah pantai seolah menunjukan bahwa orang yang sedang di dekapnya itu adalah orang yang sangat ia cintai.

“Mas, senja nya indah banget ya”

“Iya, tapi orang yang ada di dekapan saya saat ini lebih indah dari senja. Senja memang indah sayang, keindahan senja selalu dinikmati oleh banyak orang, namun saya punya kamu. Hivi Shine, yang lebih indah dari senja” mendengar itu membuat pipi Hivi bersemu.

“Bisa aja mulut buaya haha” ledek Hivi seraya menepuk paha Oscar.

“Itu bener sayaang”

“Iya iya deh”


“Hai sayang, gimana tadi?” sapanya pada Hivi yang baru masuk ke mobil, tentu saja dengan riasan yang sama seperti pemotretan tadi.

“Lancar kok, lo gimana?”

“Lancar kok, aman-aman aja kerjaan saya” balas Oscar sembari melajukan mobilnya.

Hivi tersenyum tipis lalu menggenggam tangan Oscar, Hivi juga mencium punggung tangan Oscar sebelum ia menatap lekat suaminya.

“Kenapa?” tanya Oscar yang masih fokus ke jalanan.

“Tadi mimisan ya? kasian banget suami gua, sampe mimisan gitu haha” ledek Hivi yang membuat muka Oscar seketika langsung memerah menahan malu.

“A-apasih? enggak kok” pria tampan itu menarik tangannya dan kembali fokus ke jalanan di depannya.

Sementara Hivi, pemuda itu sedang tertawa puas melihat respon dari suaminya.

“Lucu banget sih, kaya gitu aja lo mimisan apalagi gua pemotretan pake lingering, ntar yang ngefoto gua itu lo. Mau kan Daddy?” goda Hivi sembari menaik-turunkan alisnya.

“Sayaang jangan gitu dong” rengek yang lebih tua.

“Loh emang kenapa?”

“Usia kandungan kamu baru 1 bulan, kata dokter di usia segitu gak boleh terhubungan badan. Kalo kamu kaya gitu yang ada saya terangsang liatnya, nanti siapa yang bakal muasin El junior” keluh Oscar dengan bibir yang sudah mengerucut lucu, alih-alih menjawab Hivi malah semakin tertawa dibuatnya.

“Kamu mah gitu, bodo ah saya mah gak mau tidur bareng kamu” rajuk Oscar.

“Haha maaf maaf”


Nelson sedang asyik bersenandung sambil membawa kopi dan beberapa laporan yang harus di tanda tangani Oscar.

Saat membuka pintu itu Nelson ternganga melihat keadaan Oscar.

“ANJING LO KENAPA CAR?” teriak laki-laki itu sembari mengelap darah yang keluar dari hidung Oscar.

“Si goblok, lo kenapa hah?” geram dengan Oscar yang tak kunjung menjawab akhirnya Nelson menampar Oscar dengan kencang.

PLAK

“SADAR BEGO” tamparan itu bukan sekali dua kali, namun berkali-kali.

“Hah? apaan Nel?”

“Lo kenapa mimisan? gak enak badan apa gimana?”

“Hivi cantik banget Nel, gua gak kuat liat fotonya” mendengar jawaban Oscar, amarah Nelson langsung memunjuk.

“BODO AMAT ANJING, nyesel gua masuk ruangan lo” Nelson menghentakkan kakinya sembari berjalan keluar, tak lupa ia juga membanting pintu setelah ia keluar.