Bou


Seperti biasa Hivi bangun lebih dulu dari Oscar, ia memasak lumayan banyak makanan untuk mereka sarapan. “Gapapa lah, itung-itung permintaan maap gua ke Oscar, mana lama banget lagi gua jauhin itu pak tua.” Hivi menatap masakan nya dengan tatap puas, ia juga sudah menata masakan nya di atas meja makan.

Belum lagi Hivi memanggil Oscar, pria tampan itu sudah turun sendiri dengan pakaian yang sudah rapih siap untuk berangkat ke kantor nya.

“Woi pak, sini dah sarapan dulu.” Ajak Hivi yang sudah menyiapkan nasi dan lauk pauk untuk Oscar di piring nya. Namun pria tampan itu hanya menatapnya sebentar lalu melengos pergi, membuat Hivi terheran-heran. “Saya buru-buru, kamu makan aja sendiri nanti saya sarapan disana.”

Oscar meninggalkan Hivi sendirian. “Dia marah banget?” Hivi terdiam lalu menatap masakan nya sendiri. “Kok nyesek ya? padahal cuma gini doang.” Lirih Hivi.


Pada tengah malam Oscar sedang bergulat dengan pikirannya sendiri, bahkan pesan-pesan dari cewek nya sudah satu minggu belakangan ini selalu ia abaikan.

“Shit! gua udah gak tahan lagi.” Oscar bangun dari duduk nya dan pergi ke kamar Hivi. Ia membuka pintu itu tanpa mengetok terlebih dahulu, ia melihat Hivi sudah tertidur pulas.

Entah apa yang ada di pikiran Oscar sekarang, pria itu malah naik ke kasur Hivi dan mengukung Hivi yang sedang tertidur itu.

“Kamu sebenernya kenapa sih” Gumam Oscar, tanpa sadar Hivi mulai membuka matanya dan terkejut dengan keberadaan Oscar yang ada di atas nya. Spontan Hivi langsung menendang Oscar sampai pria itu jatuh ke bawah. “LO NGAPAIN ANJING?? MAU PERKOSA GUA YA LO!!”

Oscar mengabaikan itu dan mengukung Hivi lagi, dan menahan kedua tangan Hivi di atas kepala pemuda itu.

“Iya saya mau perkosa kamu, kenapa? kamu mau? Hivi kamu tuh kenapa sih, kenapa kamu diemin saya? saya gak bodoh buat mikir kalo kamu itu gak jauhin saya. Sekarang jawab! kalo engga saya juga gak bakal lepasin kamu.”

“Tapi janji dulu jangan marah!”

“Tergantung.”

Hivi mengulum bibir nya, memikirkan bagaimana caranya menyampaikan ini pada Oscar.

“Sebenernya..”

“Apa?”

“Sebenernya..”

“Mau ngomong sekarang atau saya cium?”

“SEBENERNYA GUA LAGI NONTON DRAKOR YANG ANTAGONIS NYA ITU MIRIP LO MAKANYA LO JADI NYEBELIN BANGET DI MATA GUA SEKARANG!” Ucap Hivi dengan sangat cepat. Bahkan Oscar reflek melepaskan tangan Hivi. “Ups..” Hivi langsung menutup mulut nya dengan kedua tangan.

“Jadi cuma karena itu..?” Tanya Oscar dengan suara yang sangat pelan, namun pria itu masih di atas Hivi.

Hivi hanya menganguk dengan tangan yang masih menutup mulut nya sendiri. Oscar menghela nafas berat, lalu duduk di sebelah Hivi yang sedang tiduran.

“Jangan gitu lagi, saya panik.” Ucapnya lalu memberikan kecupan pada kening Hivi sebelum ia pergi.

Hivi memegang kening nya yang tadi di kecup Oscar. “Dia ngapain nyium gua? oiya dia marah gak ya? maapin dah tapi lo beneran mirip sama orang itu pak makanya gua gamau deket-deket ama lo.” Lirih Hivi, namun setelah nya ia langsung tidur seolah tidak terjadi apa-apa.


Hivi baru pulang ke rumah jam 20.53, entah pakaian siapa yang Hivi pakai sekarang tapi anak itu sudah tidak memakai pakaian sekolah lagi.

“Kamu abis ngelayap kemana?” Tanya Oscar yang sedang duduk di ruang tengah sambil di temani dengan secangkir teh di depan nya. “Dari rumah Ona, kenapa?” Oscar hanya menggeleng tanpa mengucap sepatah katapun.

“Tau ah ngeselin lo pak.”

Oscar menatap Hivi yang sedang berjalan ke kamar nya. “Itu telor kenapa sih? tumben banget, biasanya dateng-dateng langsung teriak. Lagi gak mood kali ya? tapi kenapa..” Pikiran itu langsung di tepis oleh Oscar, ia sibuk dengan Handphone di tangannya.


Hivi sedang duduk di kursi kamarnya, ia sudah bersih-bersih dan memakai piyama kesayangannya. “Gua kenapa sih? perasaan pak tua gak ngapa-ngapain tapi KENAPAA NYEBELIN IHHH!” Hivi menangkup kedua pipi nya dan melihat ke cermin.

“Kalo di liat-liat gua lucu juga ya, kira-kira si pak tua bakal tertarik gak ya?” Pikir Hivi sambil mengunyel-unyel pipi nya sendiri. “Eh gak mungkin, dia kan suka nya sama cewek. Gua juga gitu sih, sama aja.”

Pemuda itu sedang sibuk mengagumi dirinya sendiri, sedangkan Oscar sudah berdiri di ambang pintu kamar Hivi sembari melihat Hivi dengan tatapan yang sulit di artikan.

“Dia kenapa sih? mana unyel-unyel pipi lagi, apa mungkin dia lagi sakit gigi? iya kayanya.” Bantin Oscar lalu meninggalkan Hivi yang sedang sibuk entah ngapain.


Hivi masuk ke dalam rumah dengan raut muka gembira, ia bersih-bersih sebentar lalu naik ke kamar Oscar.

“P kangen gua gak?” Tanya Hivi sambil menyembulkan kepalanya dari pintu, Oscar yang melihat itu hanya bisa menahan tawa. “Engga, udah sini. Tadi beli apa aja? katanya beli gelang.” Oscar menyuruh Hivi untuk mendekat.

Hivi membawa gelang itu pada Oscar. “Ini gelang Yin & Yang, gua pake yang Yin nah lo nya Yang ya. Tapi gausah di pake deh, ntar di kira couple lagi.” Hivi memakai gelang itu pada tangan kanan nya.

“Tapi kan gelang ini emang buat couple, ngapain coba kamu beli ginian.” Jawab Oscar sambil memakai gelang itu pada tangan kiri nya. “Kok di pake sih?” Tanya Hivi penasaran.

“Lah kamu kan beli buat saya? sayang kalo gak di pake.” Jawab Oscar dengan santai, tapi malah Hivi yang jadi keberatan. “Gausa deh, nanti cewek-cewek lo marah lagi. Sebenernya gua gak peduli sih tapi kan sape tau aja mereka mau nyerang gua gitu? bisa aja.” Ucap Hivi dengan nada bicara yang menurut Oscar itu menyebalkan.

Oscar menggelengkan kepalanya, lalu menjitak dahi Hivi pelan. “Ngaco kamu, emang nya kenapa? lagipula mereka cuma mainan saya, yang istri saya kan kamu. Udah lah saya mau mandi.” Oscar berdiri dan meregangkan badan nya lalu ia pergi ke kamar mandi meninggalkan Hivi yang masih terdiam.

“Dia kenapa sih? lagian gua kan suaminya bukan istrinya.” Gumam Hivi sambil menatap Oscar yang hendak masuk kamar mandi, lalu ia keluar dari kamar Oscar untuk menonton tv di ruang tengah.


Sekarang sudah jam makan siang, Hivi masuk ke dalam kamar Oscar dan melihat yang memilik kamar sudah bangun dan sedang memainkan handphone nya.

Hivi menghampiri Oscar dengan nampan yang ada di tangan-nya. Hivi sengaja mengambil makanan dengan porsi banyak agar ia bisa ikut makan juga.

“Pak tua sekarang waktu nya makan siang, lo harus minum obat lagi.” Oscar menghela nafas panjang, rupa nya Hivi tetep memanggilnya pak tua.

Hivi duduk di samping Oscar, ia mengambil handphone Oscar dan di taruh di atas nakas. “Makan ege, biar cepet sembuh. Masih untung gua mau ngurusin lo, eh tapi kayanya gak usah ya mulai besok? kan ada sarbia selbia itu. Oiya pak saran aja nih ya, kalo lo mau cari cewek lagi tuh yang bisa di andelin dong. Gua pengen main soalnya, sapa tau aja gitu kan lo sakit lagi tinggal chat dia suruh kesini. Lah ini Sebia Sebia lo sakit tapi gak di jenguk, ck ck.” Ucap Hivi panjang.

“Itu udah tugas kamu jadi istri saya, lagipula saya sama Sebia udah berakhir.” Jelas Oscar.

“Sorry ya pak tua, gua ini LAKI harus nya suami bukan istri! oiya berakhir gimana dah maksudnya?” Tanya Hivi penasaran.

Oscar menatap Hivi yang terlihat sangat kepo dari raut wajah nya. “Lo emang cowo vi tapi lo cantik, lumayan sih tapi lebih cantik cewek-cewek gua. Tapi tetep aja dalam pernikahan ini dia yang jadi istri nya, yakali gua.” Batin Oscar, Hivi yang merasa dicuekin langsung memukul paha Oscar.

“KOK DIEM SIH” Teriak Hivi di telinga Oscar. “GAK USAH TERIAK HIVI” Balas Oscar. “LO JUGA TERIAK YA ANJING”

Oscar mengambil nafas panjang sebelum ia bercerita. “Saya sama Sebia emang udah berakhir dari kemarin malem, dia udah nikah sama bawahan saya tapi tetep aja gak mau ngaku. Yaudah saya blok, lagian kita gak punya hubungan apa-apa.” Ucap pria tampan itu dengan santai dan menerima suapan dari Hivi.

“Lah lo kaga pacaran?” Oscar menggeleng. “Tapi kok kaya pacaran sih?”

“Dia doang yang nganggep pacaran, saya mah cuma anggep dia mainan.” Jawab Oscar sembari mengedikkan bahu nya.

Hivi mengangguk sembari menyuap untuk diri nya sendiri lalu ia lanjut menyuapi Oscar. “Udah ketebak sih, terus gimana?” Oscar mengambil handphone nya lalu menunjukan sebuah foto.

“Tadi malem saya liat dia di timeline saya, gimana menurut kamu? saya rasa dia lebih baik dari Sebia.” Oscar memberikan handphone nya pada Hivi dan mengambil piring dan sendok itu dari tangan Hivi.

Hivi melihat foto itu baik-baik. “LAH?! dia mah lonte pak pak, dia tuh pernah mau awiwo bang bian tau. Tapi kalo lo suka lonte ya silahkan aja sih, gua mah gak peduli.” Ucapan Hivi langsung di sentak oleh Oscar. “Enak aja, gini gini saya gak pernah main sama cewek ya bocah.” Jawab Oscar membela diri.

“LAH SEBIA? katanya mainan.” Hivi jadi bingung sendiri. “Ya dia emang mainan saya, tapi saya gak pernah apa-apain dia. Cium dia aja saya gak pernah, paling ya meluk doang.” Oscar menjelaskan kebenaran nya.

“Gua gak paham, terserah lo dah.” Hivi scroll timeline Oscar sambil di suapi oleh Oscar, sedangkan sang pemilik handphone hanya memperhatikan Hivi dengan wajah datarnya.

“Prasaan ini gua yang sakit dah? kenapa jadi gua yang nyuapin ini telor, lagian ini kenapa kita makan dengan sendok yang sama..” Batin Oscar.

“Hivi kayanya kamu deh yang harusnya nyuapin saya.” Celetuk Oscar tiba-tiba.

“OHH IYA ASTAGA” Hivi langsung mengambil piring dan sendok itu, tak lama setelahnya handphone Hivi berbunyi menandakan ada notivikasi masuk. “Eh tolong dong liatin itu pesan dari siapa” Hivi meminta Oscar mengambil handphone Hivi yang ada di saku nya. Handphone Hivi emang gak pake password makanya Oscar bisa buka.

“Lah lockscreen nya masih sama? dia gak sadar sampe sekarang apa gimana?” Batin Oscar. Lalu ia baru melihat notivikasi chat dari siapa yang masuk ke handphone Hivi, ia membuka whatsapp Hivi yang ternyata banyak pesan masuk dari cewek-cewek SMK atau SMA ia pun kurang tau.

“Ini ada chat dari cewek-cewek kamu, apa saya harus balas juga?” Tanya Oscar. “Gausah deh, nanti gua males nanggepinnya.” Jawab Hivi.

Dan yaa makanan itu habis, Hivi memberikan obat pada Oscar agar segera di minum.

“Hivi, kamu suka sama saya?”

“Hah? ngaco lo, kaga lah.”

“Tapi kok lockscreen kamu..”

“Lockscreen gua? kenapa? keren kan haha itu di fotoin Ibun.” Jawab Hivi dengan bangga.

“Hm? coba kamu perhatiin baik-baik. Kayanya ada yang salah, deh.” Hivi memperhatikan lockscreen nya. “KOK JADI FOTO LO SIH?” Teriak Hivi dengan kencang.

Oscar hanya bisa menggelengkan kepalanya. Bisa-bisanya Hivi baru sadar sekarang, padahal dia ubah itu dari satu bulan yang lalu. “Saya ubah itu dari awal kita jalan, saya kira kamu udah sadar sama lockscreen kamu. Tau-taunya sampe sekarang belum sadar juga, haduh.”

“YA GUA MANA PERHATIIN? gua kira itu masih foto gua. Duh mau ganti juga males banget, udahlah.”

“Udahlah apa?”

“Pake foto lo aja, lagian gak ada juga orang yang berani buka-buka handphone gua kalo bukan temen-temen gua. Paling ya lo doang, udahlah.” Ucap Hivi dengan santai sambil membalas pesan-pesan dari degem nya.

“Yaudah kalo ada apa-apa telfon gua aja ye, gua mau kedepan dulu.” Pamit Hivi, sebenarnya sih mau jalan sama degem nya bentaran. Toh dia suntuk juga di rumah berdua doang sama Oscar.

“Yaudah sana pergi, nih sekalian bawa piring nya.” Oscar menyodorkan piring itu pada Hivi lalu mengibas tangan nya menyuruh Hivi pergi, lalu ia bersandar pada headboard dengan tangan yang di lipat di dada.

Hivi memicingkan matanya. “Idih, najis banget gua punya suami kaya lo. Oiya transfer dong, gua mau jajan. Jangan lupa ya pak tua, dadah.” Hivi pergi dari sana dan menghilang dari pandangan Oscar.

“Kayanya kalo pernikanan kita normal normal aja Hivi pasti langsung mukulin gua kalo tau gua ada cewek. Untung nya dia gak gitu, aman lah.” Celetuk Oscar.


Sekarang sudah jam makan siang, Hivi masuk ke dalam kamar Oscar dan melihat yang memilik kamar sudah bangun dan sedang memainkan handphone nya.

Hivi menghampiri Oscar dengan nampan yang ada di tangan-nya. Hivi sengaja mengambil makanan dengan porsi banyak agar ia bisa ikut makan juga.

“Pak tua sekarang waktu nya makan siang, lo harus minum obat lagi.” Oscar menghela nafas panjang, rupa nya Hivi tetep memanggilnya pak tua.

Hivi duduk di samping Oscar, ia mengambil handphone Oscar dan di taruh di atas nakas. “Makan ege, biar cepet sembuh. Masih untung gua mau ngurusin lo, eh tapi kayanya gak usah ya mulai besok? kan ada sarbia selbia itu. Oiya pak saran aja nih ya, kalo lo mau cari cewek lagi tuh yang bisa di andelin dong. Gua pengen main soalnya, sapa tau aja gitu kan lo sakit lagi tinggal chat dia suruh kesini. Lah ini Sebia Sebia lo sakit tapi gak di jenguk, ck ck.” Ucap Hivi panjang.

“Itu udah tugas kamu jadi istri saya, lagipula saya sama Sebia udah berakhir.” Jelas Oscar.

“Sorry ya pak tua, gua ini LAKI harus nya suami bukan istri! oiya berakhir gimana dah maksudnya?” Tanya Hivi penasaran.

Oscar menatap Hivi yang terlihat sangat kepo dari raut wajah nya. “Lo emang cowo vi tapi lo cantik, lumayan sih tapi lebih cantik cewek-cewek gua. Tapi tetep aja dalam pernikahan ini dia yang jadi istri nya, yakali gua.” Batin Oscar, Hivi yang merasa dicuekin langsung memukul paha Oscar.

“KOK DIEM SIH” Teriak Hivi di telinga Oscar. “GAK USAH TERIAK HIVI” Balas Oscar. “LO JUGA TERIAK YA ANJING”

Oscar mengambil nafas panjang sebelum ia bercerita. “Saya sama Sebia emang udah berakhir dari kemarin malem, dia udah nikah sama bawahan saya tapi tetep aja gak mau ngaku. Yaudah saya blok, lagian kita gak punya hubungan apa-apa.” Ucap pria tampan itu dengan santai dan menerima suapan dari Hivi.

“Lah lo kaga pacaran?” Oscar menggeleng. “Tapi kok kaya pacaran sih?”

“Dia doang yang nganggep pacaran, saya mah cuma anggep dia mainan.” Jawab Oscar sembari mengedikkan bahu nya.

Hivi mengangguk sembari menyuap untuk diri nya sendiri lalu ia lanjut menyuapi Oscar. “Udah ketebak sih, terus gimana?” Oscar mengambil handphone nya lalu menunjukan sebuah foto.

“Tadi malem saya liat dia di timeline saya, gimana menurut kamu? saya rasa dia lebih baik dari Sebia.” Oscar memberikan handphone nya pada Hivi dan mengambil piring dan sendok itu dari tangan Hivi.

Hivi melihat foto itu baik-baik. “LAH?! dia mah lonte pak pak, dia tuh pernah mau awiwo bang bian tau. Tapi kalo lo suka lonte ya silahkan aja sih, gua mah gak peduli.” Ucapan Hivi langsung di sentak oleh Oscar. “Enak aja, gini gini saya gak pernah main sama cewek ya bocah.” Jawab Oscar membela diri.

“LAH SEBIA? katanya mainan.” Hivi jadi bingung sendiri. “Ya dia emang mainan saya, tapi saya gak pernah apa-apain dia. Cium dia aja saya gak pernah, paling ya meluk doang.” Oscar menjelaskan kebenaran nya.

“Gua gak paham, terserah lo dah.” Hivi scroll timeline Oscar sambil di suapi oleh Oscar, sedangkan sang pemilik handphone hanya memperhatikan Hivi dengan wajah datarnya.

“Prasaan ini gua yang sakit dah? kenapa jadi gua yang nyuapin ini telor, lagian ini kenapa kita makan dengan sendok yang sama..” Batin Oscar.

“Hivi kayanya kamu deh yang harusnya nyuapin saya.” Celetuk Oscar tiba-tiba.

“OHH IYA ASTAGA” Hivi langsung mengambil piring dan sendok itu, tak lama setelahnya handphone Hivi berbunyi menandakan ada notivikasi masuk. “Eh tolong dong liatin itu pesan dari siapa” Hivi meminta Oscar mengambil handphone Hivi yang ada di saku nya. Handphone Hivi emang gak pake password makanya Oscar bisa buka.

“Lah lockscreen nya masih sama? dia gak sadar sampe sekarang apa gimana?” Batin Oscar. Lalu ia baru melihat notivikasi chat dari siapa yang masuk ke handphone Hivi, ia membuka whatsapp Hivi yang ternyata banyak pesan masuk dari cewek-cewek SMK atau SMA ia pun kurang tau.

“Ini ada chat dari cewek-cewek kamu, apa saya harus balas juga?” Tanya Oscar. “Gausah deh, nanti gua males nanggepinnya.” Jawab Hivi.

Dan yaa makanan itu habis, Hivi memberikan obat pada Oscar agar segera di minum.

“Hivi, kamu suka sama saya?”

“Hah? ngaco lo, kaga lah.”

“Tapi kok lockscreen kamu..”

“Lockscreen gua? kenapa? keren kan haha itu di fotoin Ibun.” Jawab Hivi dengan bangga.

“Hm? coba kamu perhatiin baik-baik. Kayanya ada yang salah, deh.” Hivi memperhatikan lockscreen nya. “KOK JADI FOTO LO SIH?” Teriak Hivi dengan kencang.

Oscar hanya bisa menggelengkan kepalanya. Bisa-bisanya Hivi baru sadar sekarang, padahal dia ubah itu dari satu bulan yang lalu. “Saya ubah itu dari awal kita jalan, saya kira kamu udah sadar sama lockscreen kamu. Tau-taunya sampe sekarang belum sadar juga, haduh.”

“YA GUA MANA PERHATIIN? gua kira itu masih foto gua. Duh mau ganti juga males banget, udahlah.”

“Udahlah apa?”

“Pake foto lo aja, lagian gak ada juga orang yang berani buka-buka handphone gua kalo bukan temen-temen gua. Paling ya lo doang, udahlah.” Ucap Hivi dengan santai sambil membalas pesan-pesan dari degem nya.

“Yaudah kalo ada apa-apa telfon gua aja ye, gua mau kedepan dulu.” Pamit Hivi, sebenarnya sih mau jalan sama degem nya bentaran. Toh dia suntuk juga di rumah berdua doang sama Oscar.

“Yaudah sana pergi, nih sekalian bawa piring nya.” Oscar menyodorkan piring itu pada Hivi lalu mengibas tangan nya menyuruh Hivi pergi, lalu ia bersandar pada headboard dengan tangan yang di lipat di dada.

Hivi memicingkan matanya. “Idih, najis banget gua punya suami kaya lo. Oiya transfer dong, gua mau jajan. Jangan lupa ya pak tua, dadah.” Hivi pergi dari sana dan menghilang dari pandangan Oscar.

“Kayanya kalo pernikanan kita normal normal aja Hivi pasti langsung mukulin gua kalo tau gua ada cewek. Untung nya dia gak gitu, aman lah.” Celetuk Oscar.


Sekarang sudah jam makan siang, Hivi masuk ke dalam kamar Oscar dan melihat yang memilik kamar sudah bangun dan sedang memainkan handphone nya.

Hivi menghampiri Oscar dengan nampan yang ada di tangan-nya. Hivi sengaja mengambil makanan dengan porsi banyak agar ia bisa ikut makan juga.

“Pak tua sekarang waktu nya makan siang, lo harus minum obat lagi.” Oscar menghela nafas panjang, rupa nya Hivi tetep memanggilnya pak tua.

Hivi duduk di samping Oscar, ia mengambil handphone Oscar dan di taruh di atas nakas. “Makan ege, biar cepet sembuh. Masih untung gua mau ngurusin lo, eh tapi kayanya gak usah ya mulai besok? kan ada sarbia selbia itu. Oiya pak saran aja nih ya barangkali lo mau cari cewek lagi gitu kan, kalo boleh yang bisa di andelin dong. Gua mau main soalnya, sape tau aja lo sakit lagi gitu tinggal chat aja suruh kesini. Lah ini Sebia Sebia lo sakit aja kaga di jenguk.” Ucap Hivi dengan bibir yang menggerutu lucu.

“Itu udah tugas kamu jadi istri saya, lagipula saya sama Sebia udah berakhir.” Jelas Oscar.

“Sorry ya pak tua, gua ini LAKI harus nya suami bukan istri! oiya berakhir gimana dah maksudnya?” Tanya Hivi penasaran.

Oscar menatap Hivi yang terlihat sangat kepo dari raut wajah nya. “Lo emang cowo vi tapi lo cantik, lumayan sih tapi lebih cantik cewek-cewek gua. Tapi tetep aja dalam pernikahan ini dia yang jadi istri nya, yakali gua.” Batin Oscar, Hivi yang merasa dicuekin langsung memukul paha Oscar.

“KOK DIEM SIH” Teriak Hivi di telinga Oscar. “GAK USAH TERIAK HIVI” Balas Oscar. “LO JUGA TERIAK YA ANJING”

Oscar mengambil nafas panjang sebelum ia bercerita. “Saya sama Sebia emang udah berakhir dari kemarin malem, dia udah nikah sama bawahan saya tapi tetep aja gak mau ngaku. Yaudah saya blok, lagian kita gak punya hubungan apa-apa.” Ucap pria tampan itu dengan santai dan menerima suapan dari Hivi.

“Lah lo kaga pacaran?” Oscar menggeleng. “Tapi kok kaya pacaran sih?”

“Dia doang yang nganggep pacaran, saya mah cuma anggep dia mainan.” Jawab Oscar sembari mengedikkan bahu nya.

Hivi mengangguk sembari menyuap untuk diri nya sendiri lalu ia lanjut menyuapi Oscar. “Udah ketebak sih, terus gimana?” Oscar mengambil handphone nya lalu menunjukan sebuah foto.

“Tadi malem saya liat dia di timeline saya, gimana menurut kamu? saya rasa dia lebih baik dari Sebia.” Oscar memberikan handphone nya pada Hivi dan mengambil piring dan sendok itu dari tangan Hivi.

Hivi melihat foto itu baik-baik. “LAH?! dia mah lonte pak pak, dia tuh pernah mau awiwo bang bian tau. Tapi kalo lo suka lonte ya silahkan aja sih, gua mah gak peduli.” Ucapan Hivi langsung di sentak oleh Oscar. “Enak aja, gini gini saya gak pernah main sama cewek ya bocah.” Jawab Oscar membela diri.

“LAH SEBIA? katanya mainan.” Hivi jadi bingung sendiri. “Ya dia emang mainan saya, tapi saya gak pernah apa-apain dia. Cium dia aja saya gak pernah, paling ya meluk doang.” Oscar menjelaskan kebenaran nya.

“Gua gak paham, terserah lo dah.” Hivi scroll timeline Oscar sambil di suapi oleh Oscar, sedangkan sang pemilik handphone hanya memperhatikan Hivi dengan wajah datarnya.

“Prasaan ini gua yang sakit dah? kenapa jadi gua yang nyuapin ini telor, terus kenapa kita makan dengan sendok yang sama..” Batin Oscar.

“Hivi kayanya kamu deh yang harusnya nyuapin saya.” Celetuk Oscar tiba-tiba.

“OHH IYA ASTAGA” Hivi langsung mengambil piring dan sendok itu, tak lama setelahnya handphone Hivi berbunyi menandakan ada notivikasi masuk. “Eh tolong dong liatin itu pesan dari siapa” Hivi meminta Oscar mengambil handphone Hivi yang ada di saku nya. Handphone Hivi emang gak pake password makanya Oscar bisa buka.

“Lah lockscreen nya masih sama? dia gak sadar sampe sekarang apa gimana?” Batin Oscar. Lalu ia baru melihat notivikasi chat dari siapa yang masuk ke handphone Hivi, ia membuka whatsapp Hivi yang ternyata banyak pesan masuk dari cewek-cewek SMK atau SMA ia pun kurang tau.

“Ini ada chat dari cewek-cewek kamu, apa saya harus balas juga?” Tanya Oscar. “Gausah deh, nanti gua males nanggepinnya.” Jawab Hivi.

Dan yaa makanan itu habis, Hivi memberikan obat pada Oscar agar segera di minum.

“Hivi, kamu suka sama saya?”

“Hah? ngaco lo, kaga lah.”

“Tapi kok lockscreen kamu..”

“Lockscreen gua? kenapa? keren kan haha itu di fotoin Ibun.” Jawab Hivi dengan bangga.

“Hm? coba kamu perhatiin baik-baik. Kayanya ada yang salah, deh.” Hivi memperhatikan lockscreen nya. “KOK JADI FOTO LO SIH?” Teriak Hivi dengan kencang.

Oscar hanya bisa menggelengkan kepalanya. Bisa-bisanya Hivi baru sadar sekarang, padahal dia ubah itu dari satu bulan yang lalu. “Saya ubah itu dari awal kita jalan, saya kira kamu udah sadar sama lockscreen kamu. Tau-taunya sampe sekarang belum sadar juga, haduh.”

“YA GUA MANA PERHATIIN? gua kira itu masih foto gua. Duh mau ganti juga males banget, udahlah.”

“Udahlah apa?”

“Pake foto lo aja, lagian gak ada juga orang yang berani buka-buka handphone gua kalo bukan temen-temen gua. Paling ya lo doang, udahlah.” Ucap Hivi dengan santai sambil membalas pesan-pesan dari degem nya.

“Yaudah kalo ada apa-apa telfon gua aja ye, gua mau kedepan dulu.” Pamit Hivi, sebenarnya sih mau jalan sama degem nya bentaran. Toh dia suntuk juga di rumah berdua doang sama Oscar.

“Yaudah sana pergi, nih sekalian bawa piring nya.” Oscar menyodorkan piring itu pada Hivi lalu mengibas tangan nya menyuruh Hivi pergi, lalu ia bersandar pada headboard dengan tangan yang di lipat di dada.

Hivi memicingkan matanya. “Idih, najis banget gua punya suami kaya lo. Oiya transfer dong, gua mau jajan. Jangan lupa ya pak tua, dadah.” Hivi pergi dari sana dan menghilang dari pandangan Oscar.

“Kayanya kalo pernikanan kita normal normal aja Hivi pasti langsung mukulin gua kalo tau gua ada cewek. Untung nya dia gak gitu, aman lah.” Celetuk Oscar.


Pagi ini Hivi sudah siap untuk berangkat ke sekolah, saat ia menuruni tangga ia tidak melihat keberadaan Oscar disana. “Itu pak tua kemana dah? Masa iya jam segini belum bangun, kebo amat.” Pemuda itu menaruh tas nya di sofa ruang tengah lalu ia memasak nasi goreng untuk mereka sarapan.

Hivi menatap nasi goreng yang sudah ia hias, entahlah Hivi juga gak tau kenapa pengen ngehias itu nasi goreng.

Di tunggu-tunggu Oscar sama sekali tidak turun ke bawah, akhirnya Hivi naik ke atas menuju kamar Oscar.

Tok tok tok!

“WOI PAK! lo gak mau bangun?” Teriak Hivi sambil menggedor-gedor pintu kamar Oscar. Namun nihil, tidak ada jawaban dari Oscar. Hivi yang geram pun langsung membuka pintu itu yang emang tidak di kunci oleh Oscar.

Hivi tertegun, ia melihat Oscar sedang terbaring lemah dan muka nya sekarang sudah pucat. “Eh pak tua jangan mati dulu dong, minimal kasih gua duit dulu 1 triliun lah.” Hivi menggoyang-goyangkan tubuh Oscar sambil menepuk-nepuk pipi Oscar.

“Hivi saya cuma demam gak mungkin sampai mati astaga.” Oscar dengan perlahan bangun dari posisi tidurnya, ia duduk dan bersandar di headboard dengan wajah yang mengenaskan menurut Hivi.

“Gua kira lo mati, mau sarapan gak?” Tanya Hivi.

“Mulut saya pait, gak mau.”

“Pait pait ape sih, lo harus makan ya Oscar Willonder anak Daddy Dion sama Mommy Tesha. Udah diem, biar gua ambil makanan.” Omel Hivi lalu turun ke bawah untuk membuatkan bubur untuk Oscar sekaligus mencari obat.

Hivi menyiapkan bubur, minum, dan obat Oscar di atas nampan lalu ia bawa nampan itu ke atas dengan perlahan. Bahkan bubur yang Hivi buat masih panas, ia takut tumpah.

Dengan kesulitan Hivi membuka pintu kamar Oscar dan membiarkan pintu itu tetap terbuka, ia berjalan mendekati Oscar yang masih terbaring lemas

“Sini makan dulu.” Hivi mengambil mangkuk itu dan siap menyuapi Oscar.

“Gak mau, pait.” Tolak Oscar dengan mata yang berair.

“LAH ANJIR LO NANGIS?!” Oscar langsung menghapus air matanya, Oscar kalau sakit emang gitu. Matanya gampang berair padahal gak lagi nangis. “Engga kok, saya emang gini kalau lagi sakit.”

Hivi hanya mengangguk lalu mengambil sesendok bubur lalu ia ingin menyuapkan pada Oscar, namun Oscar hanya diam dan tidak membuka mulut.

“Saya gak mau Hivi, mulut saya pahit.” Tolak Oscar sembari menjauhkan tangan Hivi.

“Syuuuuuu~” Hivi hendak menyuapkan Oscar namun dengan gerakan seperti pesawat, itu sebenarnya untuk anak kecil tapi entah kenapa bagi Hivi pak tua di depannya ini seperti anak kecil. Mau tak mau Oscar menerima suapan Hivi, walaupun ia hanya bisa menghabiskan setengah mangkok saja.

“Nah sekarang minum obat ya pak tua.” Hivi memberikan obat itu dengan segelas air putih, dan langsung di terima oleh Oscar. Setelah di minum, Oscar memberikan gelas itu pada Hivi dan kembali berbaring.

“Lo butuh sesuatu gak?” Tanya Hivi. Oscar menggeleng. “Hivi, kamu jangan manggil saya pak tua dong. Saya masih muda gini.” Omel Oscar tidak terima.

“Lah lo kan emang tua, coba aja lo itung deh umur gua sama lo. Gua baru 18 lah elu 25, pak tuaaaaa.” Ucap Hivi di sertai dengan tawa meledek.

“Saya gak setua itu Hivi..”

“Yaudah lo mau nya di panggil apa? om mau?”

“Saya bukan om kamu”

“Oscar aja?”

“Saya bukan teman kamu”

“LO MAU NYA APA OSCARJING!” Ia memukul-mukul betis Oscar.

“Eh, Oscarjing. Bagus juga ya, hehe. Di panggil itu aja gimana?” Goda Hivi sambil menaik-turunkan alisnya.

“Gak, mending Oscar aja. Udah lah sana keluar, saya mau tidur lagi.”

“Gak tau diri lo, minimal makasih kek.” Namun Oscar sama sekali tidak mengucapkan terimakasih.

Hivi sudah geram namun ia harus menahannya. Ia membuka Handphone nya dan mengabari teman-temannya bahwa ia tidak berangkat hari ini, semua ini gara-gara Oscar.

Hivi sama sekali belum beranjak, Oscar berbalik menghadap Hivi.

“Lah kok lo belum tidur?” Tanya Hivi penasaran.

“Saya gak bisa tidur.” Jawab Oscar dengan suara pelan.

“Ohh itu tandanya lo butuh dongeng, sini gua dongengin.” Hivi naik ke atas kasur dan berbaring di samping Oscar. Oscar yang sedang berbaring dan Hivi yang sedang duduk bersandar di headboard, ia menghadap pada Oscar.

Dengan perlahan Hivi mengelus rambut Oscar dan membacakan nya dongeng. “Pada suatu hari, ada seorang anak serigala yang sedang bermain dengan ayahnya. Namun sang ayah tiba-tiba terdiam, pandangan sang ayah tertuju pada burung-burung yang sedang bernyanyi. Sang ayah duduk dan menikmati nyanyian burung itu, sampai-sampai ia lupa bahwa sekarang ia sedang bermain dengan anaknya—”

“Terus anak nya kemana?”

“Diem dulu dong.”

“Oke oke.”

“Sang anak itu berlarian mengejar kupu-kupu dan tidak terasa bahwa ia sudah sampai di tepi jurang, hampir saja ia terjatuh untungnya ada gajah yang sedang sigap menarik anak serigala itu dengan belalainya. “Kamu gapapa kan?” Tanya sang Gajah “Gapapa kok paman, terimakasih ya” Jawab sang anak serigala sebelum ia pergi menghampiri Ayahnya lagi. Saat disana sang anak menceritakan itu semua pada ayahnya dan sang ayah pun meminta maaf pada anak serigala karena telah lalai menjaganya, lalu mereka hidup bahagia selamanyaa!” Tamat.

“Kok saya gak pernah tau dongeng itu ya?” Tanya Oscar bingung. “Emang gak pernah, kan gua ngarang sendiri. Udah ya sekarang tidur, cup cup cup pak tua bobo ya.” Hivi tanpa sadar mencium kening Oscar.

“KOK KAMU CIUM SAYA?” Teriak Oscar yang shock dengan apa yang di lakukan Hivi. “APA? Ibun biasanya kaya gitu, katanya biar cepet sembuh.” Jawab Hivi dengan wajah polos nya.

“Ya-yaudah sana pergi!” Usir Oscar pada Hivi. “YAUDAH SIH” Hivi ngelengos pergi dari sana.

Oscar langsung menutup tubuhnya dengan selimut. “Sialan, dia yang nyium kenapa gua yang malu sih.” Gerutu Oscar.


Selesai acara pernikahan tadi, Oscar dan Hivi pulang ke rumah mereka berdua. Satu Minggu sebelum pernikahan Oscar membeli rumah itu untuk ia tinggali dengan Hivi, ia tidak mau merepotkan orang tuanya maupun mertuanya.

Oscar dan Hivi segera membersihkan tubuh mereka, kini jam sudah menunjukkan pukul 22.45 dan Hivi sudah mulai mengantuk, sedangkan Oscar. Pria itu masih sibuk dengan iPad di tangannya, Hivi sama sekali tidak peduli dengan itu. “Lo tidurnya kapan?” Tanya Hivi.

“Saya masih ada urusan, kamu kalau mau tidur ya tidur aja.” Jawab Oscar tanpa memalingkan wajahnya.

Namun Hivi sama sekali tidak menjawab Oscar, pemuda manis itu sedang duduk di sofa dengan kepala yang di dongakan ke atas.

“Hivi, sepertinya kita harus membuat rules.” Oscar mengalihkan pandangannya dari iPad yang tertuju pada Hivi.

“Rules apaan?”

“Rules pernikahan.”

“Boleh dah, lo dulu.” Sahut Hivi dengan mata yang sudah sangat mengantuk.

“Oke, dengerin ini baik-baik. Rules yang pertama ini hanya perjodohan, kedua kita tidur terpisah, ketiga kamu gak boleh ikut campur urusan saya, keempat kamu gak boleh larang saya buat bawa perempuan kerumah terutama itu Sebia, kelima kamu harus nurut sama saya, keenam kamu gak boleh suka sama saya, dan yang terakhir yang saya gak mau punya anak.” Ujar Oscar panjang lebar, sedangkan Hivi hanya memandang Oscar dengan tatapan mengantuknya namun tetap mengangguk.

“Yaudah sih gua juga gak mau anak gua punya daddy kaya lo. Gua cuma satu, lo jangan ikut campur urusan gua. Mau gua pulang malem kek gak pulang kek atau mungkin gua mabok-mabokan lo gak boleh cepu ke keluarga gua, gimana?”

Oscar mengerutkan keningnya heran. “Si telor ini nakal juga ya.” Batin Oscar disertai dengan senyuman tipis.

“Apaan lo kek gitu?”

“Engga, yaudah saya terima. Oiya kamu tenang aja, masalah uang tetep lancar asalkan kamu gak ngelanggar rules.” Ucapnya sambil memperhatikan Hivi.

Hivi tertidur.

“Di bilang kalo ngantuk tuh tidur bocah, nyusahin.” Dengus Oscar namun tetep menggendong Hivi menuju kamar si pemuda manis itu.

Oscar meletakkan Hivi dengan perlahan agar tidur si manis tidak terganggu.

Saat Oscar hendak pergi dari sana ia mendengar Hivi mengigau. “Dadah pangeran, nanti kita main kuda lagi ya.” Lalu ia langsung memeluk bantal yang ada disana.

“Astaga bocah itu, mana ada pangeran disini.” Ia melengos pergi meninggalkan Hivi dan menuju ke ruangan yang sengaja ia buat untuk bekerja di rumah.


Hivi sedang berguling-guling di ruang tengah dengan Abang-nya. “Bang gua gabut banget, pengen main tapi gak boleh.” Celetuk Hivi.

“Lo pikir lo doang yang mau main? gua ada janji mau ngisi acara pembukaan cafe temen gua aja terpaksa gua batalin de de.” Jawab Fabian pasrah.

Bunda yang sedari tadi sedang membuat Cookies sampai capek melihat kedua anaknya yang berguling-guling mulu.

“Bun emang mau ngapain sih, masa kita gak boleh keluar.” Tanya Hivi. “Kan Ibun udah bilang kalo ada temen lama Ayah sama Ibun mau kesini, makanya Abang sama Dede gak boleh pergi.”

Belum sempat Hivi menjawab bel rumahnya berbunyi, ia dan Abangnya bertatapan. “Itu temen nya Ayah sama Ibun?” Tanya Fabian. “Engga, itu mah temen-temen Dede. Bentar ya gua bukain pintu dulu”

Hivi berjalan menuju pintu depan, ia masih belum mandi dan masih memakai piyama baby blue nya. Toh temen nya Ayah sama Bunda bakal dateng siang hari, ini masih terlalu pagi.

Ceklek

“Lama banget sih kalian, gua laper nih. Udah lah ayo masuk, biasanya juga langsung masuk. Manja bener dah.” Ucap Hivi tanpa melihat siapa yang ada di balik pintu, ia hanya membukakan pintu lalu langsung berpaling menghampiri Abang-nya lagi.

“Ini Hivi ya?”

“Ya iya lah, lupa ingatan lo-” Hivi tiba-tiba terdiam melihat siapa yang datang, itu teman Ayah dan Bundanya. Kedua temen Ayah dan Bundanya itu membawa kedua anaknya, mereka memakai baju formal.

“AAAA IBUN ITU TEMEN IBUN SAMA AYAH. DEDE MAU MANDI DULU” Hivi langsung berlari kencang menuju kamarnya dan mandi.

Fabian yang menyadari itu langsung menyambut kedatangan temen Ayah dan Bundanya. “Eh Om, Tante ayo masuk dulu.” Fabian mempersilahkan teman Ayah dan Bundanya untuk masuk ke dalam.

Matanya tertuju pada Lelaki cantik yang menggunakan kemeja satin warna peach. Ia sangat tertegun dengan kecantikan Lelaki itu, namun ia harus mengalihkan pandangannya.

Ayah dan Bundanya sudah ada disitu, bahkan sekarang mereka sedang berbincang-bincang. Fabian duduk di depan Lelaki cantik tadi, diam-diam Fabian mencuri pandang. Namun pandangan nya selalu aja bertemu dengan Adek Lelaki cantik tadi, pandangan sinis.

Hivi turun dari tangga dengan pakaian yang sudah rapih, ia berjalan mendekati orang-orang itu.

“Ibun– EH KOK LO ADA DISINI?!!” Teriak Hivi sambil menunjuk Oscar.

“Saya cuma ikut Daddy dan Mommy kesini.” Jawab Oscar dengan acuh.

“Ish!” Hivi kesal, namun ia tetep duduk di samping Oscar. Sebab kursi yang tersedia hanya di sebelah Oscar.

Bunda mengerutkan keningnya heran. “Loh kalian saling kenal?” Tanya Bunda pada Oscar dan Hivi.

“IYA! Kita pernah ketemu kemarin.” Jawab Hivi sambil menatap Oscar dengan tatapan tidak suka.

“Itu salah kamu sendiri, sekarang mana? kamu harus tanggung jawab.”

“Kan gua udah bilang kalo lampu motor gua mati, gak percaya amat lo. Nanti deh gua lunasin lo tenang aja.”

“Oke, saya tunggu.”

Akhirnya mereka berdua berhenti, dan kembali melanjutkan pembahasan yang tertunda tadi.

“Jadi alasan kita kumpul disini itu mau bilang kalo kita mau jodohin Oscar sama Hivi.” Ucap Ayah dengan santai.

“APA?! Aku gak mau ayah, lagipula aku kan masih sekolah.” Hivi tidak terima, begitupun dengan Abang-nya. “Iya yah, dosa loh ngeduluin Abang sendiri nikahnya.”

“Ya kamu Ayah minta mantu bilangnya nanti-nanti mulu.”

“Kan belum ada yang cocok yah, gimana sih. Pokoknya harus Fabian dulu yang nikah.” Jawab Fabian dengan lantang, Hivi hanya mengangguk-angguk saja setuju dengan ucapan Fabian.

Ke-empat orang dewasa itu terbahak. “Makanya kamu cari calon sana, mumpung Dede belum nikah.”

“Tapi kan bun..”

“Udah-udah, mau gak mau kita tetep jodohin kalian.” Jawab Mommy Oscar dengan disertai tawa.

Hivi menatap sinis Oscar, sedangkan Oscar hanya menatap Hivi dengan santai. Ia tau Hivi pasti tidak mau, begitupun dirinya. Namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa sekarang.

“Oscar mau kan nak?” Tanya Mommy.

“Oscar mau-mau aja mom.”

“Oke kalian nikah bulan depan!!” Ucap Mommy dan Bunda berbarengan, bahkan kedua orang tua itu sudah berteriak excited tidak sabar sebentar lagi akan menjadi besan.