Bou


Selesai meeting. Axell dan Luke masuk ke ruangan Axell.

Luke sedari tadi terheran-heran kenapa Axell tiba-tiba kaya gini, biasanya Axell selalu datar apalagi kalo meeting.

Tiba-tiba saja Axell senyum, gimana Luke gak heran coba. “Xell lo baik-baik aja kan?”

“Iya, emangnya saya kenapa?” Pertanyaan Axell membuat Luke menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Lo dari tadi senyum-senyum kenapa? tumben banget.”

“Perasaan kamu doang.”

Luke memicingkan matanya, tidak percaya sama jawaban Axell.

“Yang bener xell, lo jangan bikin gue penasaran bisa gak sih.”

“Bener Luke, perasaan kamu doang.”

“Halah anying, udah lah gue mau makan.”

“Yaudah sana.”


“BANG!” Teriak Jelan dari depan.

Damar memutar bola matanya malas. “Ngapain sih nih bocah pada kesini.” Celetuk Damar.

“Apaan?”

“Kaga sih bang, mau main main aja kita.” Jawab Noel sambil cengengesan.

Damar menggelengkan kepalanya. “Daripada main doang mending kalian bantuin gue.”

“Boleh boleh.” Mereka berempat mengambil apron yang tersedia disana.

Sesudah memakai apron mereka menghampiri Damar yang sedang membuat pesanan.

“Bang ini kita ngapain?”

“Bagi tugas lah, siapa yang jaga kasir, siapa yang nulis pesanan, sisa nya bantuin gue bikin pesenan.”

Mereka mengangguk paham, setelah membagi tugas mereka langsung mengerjakan apa yang disuruh Damar.

“Untung nurut.” Batin Damar.


“Kalo aja bukan karena kamu, saya tidak akan mau jadi anak SMA.”

Axell berjalan keluar menuju balkon apartment nya, pria itu mengambil nafas panjang. Malam hari memang paling bagus untuk bersantai.

Pria menyalakan layar iPad nya, melihat beberapa foto yang di kirimkan oleh Johan.

“Manis.” Gumam Axell dengan senyuman tipis diwajahnya.


“Saya tidak yakin Saga mau menerima perjodohan ini.” Ucap lelaki paruh baya itu.

“Tidak salahnya jika kita mencoba Jo.” Jeffry mencoba untuk meyakinkan Johan.

“Ya mungkin kamu benar, bagaimana dengan kamu xell?” Tanya Johan pada Axell yang sedari tadi hanya diam mendengarkan dua orang tua itu berbicara.

Axell menghela nafas. “Axell setuju, lagipula tidak ada salahnya nikah sama yang lebih muda.”

Johan menganggukan kepalanya.

“Tapi gimana cara kamu buat deketin Saga?”

Ketiganya terdiam sebentar.

“Saya tau caranya.”

“Gimana caranya?”

“Kamu hanya perlu menyamar jadi anak SMA, Saga udah kelas 12 kan? ini juga udah masuk semester dua jadi penyamaran kamu gak terlalu lama.”

Mendengar saran dari Jeffry. Johan dan Axell hanya mengangguk.

“Tapi dad, apa itu akan berhasil?”

“Pasti, kamu cukup deketin dia kalo udah kelulusan tinggal kamu ajak nikah.”

Johan memutar bola matanya males mendengar saran dari Jeffry.

Usai membalas pesan Kalana. Hansen berlari menghampiri rumah Kalana.

Tok

Tok

Tok

Pintu itu dibuka oleh Bunda, ya gimana orang Kalana nya aja gak mau keluar kamar.

“Loh Hansen, kenapa?”

“Hehe mau ketemu An boleh gak tante?”

“Boleh boleh, langsung ke kamarnya aja Sen”

“Okey tante, kalo gitu Hansen ke atas dulu ya”

“Iya iyaa.”

Hansen berlari menuju kamar Kalana, sampai-sampai kaki nya kepentok rak yang ada disana.

“Hansen hati hati!”

“Iyaa tante.”

Lelaki cantik itu hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat Hansen yang seperti itu. “Dasar anak muda.” Gumam Bunda.

Tok

Tok

“An bukaa”

Namun tidak ada sahutan dari dalam. Hansen mengetok pintu itu lagi sampai terdengar sahutan Kalana dari dalam.

“Gamauu, nanti En cubit pipi An!” Teriak Kalana dari dalam kamar.

“Hahaha enggaa, buruan buka pintunya gue bawa mogu mogu nih, gamau?”

Sebenernya gak ada itu cuma boongan biar di bukain pintunya.

“Beneran gaa”

“Beneran An, makanya buka dulu pintunya”

Mendengar jawaban Hansen. Kalana tanpa berfikir panjang langsung membukakan pintu itu.

“Mana manaa” Ucap Kalana sambil melihat Hansen, tapi ia melihat Hansen tidak membawa apa apa.

Kalana menatap muka Hansen, yang menurutnya sekarang lebih serem soalnya rada mirip maung yang mau nerkam dia.

Dengan cepat Kalana mau nutup lagi pintu itu tapi sayangnya Hansen lebih dulu menahan pintu itu.

Kalana langsung berlari ke kasur nya dan bersembunyi di bawah selimut.

“Tuh kan, En boong!”

Hansen melihat itu langsung menghampiri Kalana dan memeluk Kalana dari luar selimut.

“Abisnya lo lucu banget An, ini selimut ngalangin mulu” Ucap Hansen lalu melempar selimut itu kebawah.

Hansen memeluk tubuh yang lebih kecil darinya itu, sedangkan Kalana sibuk melepaskan pelukan Hansen.

“En lepass ih, Bunda! En mau makan An tolongg!” Teriak Kalana.

“Engga tante! An boong” Lanjut Hansen yang masih terus memeluk Kalana.

Kalana masih terus berusaha lepas dari pelukan Hansen, sampai Hansen menyuruhnya buat diem.

“An jadi pacar En aja mau gak?”

“Gamau nanti En cubit cubit An mulu”

“Engga kok” Jawab Hansen tidak terima dengan muka sebal nya.

“Tapi An gabole pacaran loh kata Ayah Bunda.”

“Masa sih?” Tanya Hansen dengan muka yang di buat buat.

“Tante! An boleh pacaran ga? tapi sama Hansen pacarnya”

“Kalo sama kamu boleh Sen!” Jawab Bunda dari bawah.

Mendengar jawaban Bunda. Hansen langsung menatap muka Kalana sambil menaik-turunkan alis nya.

“Ih kok di bolehin sih” Ucap Kalana sebal.

“Itu tandanya emang udah di restui An”

“Tetep gamau” Jawab Kalana sambil menggelengkan kepalanya lucu.

Senyuman Hansen gak luntur sedikitpun, melihat Kalana yang seperti itu Hansen langsung membenamkan wajahnya di cengkuk leher Kalana saking gemesnya.

“Lucu banget ya ampun”

“En lepasin ih!”

Hansen menggelengkan kepalanya tanda ia gamau lepasin Kalana. “Gamau”

“Haruss mauu”

“Gamau An, lo harus jadi pacar gue dulu baru gue lepasin” Jawab Hansen dengan muka ngeledek nya.

“Huh, ini namanya pemaksaan En” Kalana mempoutkan bibirnya, membuat Hansen jadi lebih mengeratkan pelukannya.

“Jangan lucu lucu dong An” Hansen tertawa pelan sambil terus menatap muka si cantik di depannya itu.

“Nanti kalo An jadi pacar En dapet apa?”

“Dapet semuanya, An dapet En, nanti En kasih banyak mogu mogu buat An, nanti kita pergi ke tempat yang belum An tau, dan banyaak lagi.”

“An nanti dapet cinta dari En gak?”

“Dapet dongg, cintanya En buat An aja.”

“Mau mau!” Sahut Kalana dengan senyuman manis di wajahnya.

“Mau apa?” Tanya Hansen.

“Mau itu” Jawab Kalana dengan suara pelan.

“Mau apa dulu”

“Ih kamu mah ngeledek aku ya!” Kalana memukul pundak Hansen pelan, jangan lupakan muka marahnya yang terlihat sangat menggemaskan.

“Hahaha jawab dulu Ann”

“Mau jadi pacar kamu!”

“Pacar aku? emang aku siapa?”

“Kamu Hansen, tapi aku manggilnya En”

“Iya teruss?”

“An mau jadi pacar nya En!”

Hansen yang melihat tingkah menggemaskan Kalana langsung mencium pipi gembul Kalana.

“Lucuu banget pacar gue”

Kalana yang pipinya terus menerus di cium Hansen hanya tertawa geli.

“En gelii ih!”

“Abisnya An lucu banget, kamu lucuu sayang”

“Kita beneran pacaran kan?”

“Beneran dong An”

“Kamu jadi gak bakal ninggalin An kan? kaya di drama drama gitu”

“Engga dong, En cuma punya An, begitupun sebaliknya”

“Ayoo janji!”

Kalana melihatkan jari kelingking nya. Hansen langsung menautkan jari kelingking mereka.

“Janji, En selalu sama An”

Pinky Promise

Keduanya tertawa sambil memeluk satu sama lain.

Keenan kembali lagi ke toko Abél bersama Jie.

Ia masuk ke dalam ruangan Abél dengan Jie yang ada di gendongan.

Ceklek

Pintu itu terbuka, membuat atensi ke-empat orang yang sedang mengobrol itu tertuju pada mereka.

“Kakak!” Jie langsung meminta buat turun dari gendongan Keenan.

Setengah turun Jie langsung berlari ke arah Abél dan memeluk kaki Abél.

“Kakak, miss you.” Ucap si kecil sambil menempelkan pipinya di paha Abél.

Melihat itu Abél langsung mengangkat Jie duduk di atas pangkuannya.

Keenan berjalan menghampiri mereka lalu duduk di samping Abél yang sedang kangen-kangenan sama Jie.

Winter, Nilza dan Gladis? mereka bertiga hanya tersenyum gemas sambil memukul satu sama lain.

“Saya mau ajak kalian belanja.”

“Belanja?” Tanya Nilza.

“Iya belanja, anggap aja reward buat kalian, mau kan?”

Mendengar ucapan Keenan, mereka bertiga langsung menatap ke arah Abél.

Abél yang ditatap oleh mereka bertiga hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

“Yeyy!” Sorak ketiganya.

Keenan sama Abél yang melihat itu hanya tertawa.

“Yaudah yuk, kamu bawa mobil bél?”

“Bawa kok.”

“Kalian ada yang bisa bawa mobil gak?”

“Aku bisa kak.” Sahut Gladis.

“Nah kalian bertiga bawa mobil Abél, nanti biar Abél sama saya.”

“Okeey.”

“Daddy.” Panggil Jie pada daddy nya.

“Yes son, kenapa?”

“Jie boleh ikut nda? sama meleka?”

“Kamu mau ikut sama kita?” Tanya Winter.

Mendengar pertanyaan Winter. Jie langsung mengangguk ribut sambil tertawa.

“Boleh gak kak.” Tanya Winter dengan takut-takut ke Keenan.

Keenan tersenyum. “Boleh kok.”

“Yeyy!” Sorak mereka berempat.

Lalu mereka berjalan keluar dengan Jie yang sedang di gandeng oleh Winter.

“Gitu aja? bahkan mereka belum kenalan.” Gumam Keenan.

“Mungkin Jie anggap mereka sama kaya dirinya.” Jawab Abél.

“Maksudnya gimana?”

“Muka mereka bertiga kaya anak kecil, bisa aja kan.”

“Kamu bener.” Jawab Keenan sambil tertawa pelan.

Abél berdiri lalu mengulurkan tangannya. “Ayo.”

Keenan yang melihat itu langsung menerima uluran tangan Abél dan menggenggam tangan yang lebih mungil dari nya itu.

Keenan melajukan mobilnya menuju ke toko Abél

Sekitar lima belas menit berlalu Keenan sampai.

Disana emang terdapat tulisan close, karena hari ini hari Jum'at.

Walaupun begitu Abél dengan yang lain tetep berangkat buat selesaiin beberapa orderan yang belum selesai.

Keenan masuk ke dalam toko, tidak ada siapa-siapa disana.

“Kok gak ada siapa-siapa.” Gumam Keenan sambil melihat ke kana kiri.

Tak lama setelah itu pintu ruangan Abél terbuka, itu Winter. Ia menyembulkan kepalanya dari pintu, setelah melihat kalo itu beneran Keenan ia langsung menutup pintu itu lagi.

Keenan yang melihat itu hanya diam terheran-heran.

“Kak beneran CEO Keenan.” Ucap Winter pada Abél.

Mereka berempat emang udah dari tadi didalam ruangan Abél, tinggal nunggu Keenan aja.

“Iya? yaudah bentar ya.”

Abél keluar dari ruangannya, ia berjalan menghampiri Keenan yang sedang duduk di salah satu kursi disana.

“Hai kak.” Sapa Abél.

“Hai Abél, gimana udah selesai?” Tanya Keenan sambil membawa Abél ke dalam pelukannya.

Abél yang di perlakukan seperti itu hanya tersenyum lalu membalas pelukan Keenan.

“Udah semua kok, udah di ambilin juga sama yang order.”

Keenan mengangguk sambil mengelus surai halus Abél.

Pelukan itu terlepas. Abél menggenggam tangan Keenan dan mengajak Keenan buat masuk ke dalam ruangannya.

“Ayoo udah aku siapin semua.” Ajak Abél dengan tertawa pelan.

“Hahaha iya, ayo.” Keenan hanya pasrah waktu Abél narik tangan nya.

Ceklek

Pintu itu terbuka. Keenan dan Abél hanya diam di ambang pintu sembari melihat Winter dan teman-temannya sedang membungkuk menghadap mereka berdua.

“Kalian ngapain?” Tanya Abél heran.

“Selamat datang pak.” Alih-alih menjawab pertanyaan Abél, mereka malah mengucapkan selamat datang buat Keenan.

Keenan sama Abél yang melihat itu saling melihat satu sama lain.

“Astaga kalian gak perlu kaya gini, kaya sama siapa aja.” Ucapan Keenan membuat mereka bertiga berdiri tegap sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Hehehe.” Ya hanya itu jawaban mereka bertiga.

Nilza yang melihat Keenan sama Abél sedang bergandengan tangan langsung ternyata.

“Kalian pacaran ya?” Tanya Nilza.

Mendengar pertanyaan Nilza. Abél segera melepaskan tautan tangan mereka lalu berjalan ke arah sofa yang ada disana.

“E-enggak kok, udah-udah sini makan.” Jawab Abél dengan pipi yang memerah.

Nilza, Winter dan Gladis yang melihat respon Abél langsung melihat ke arah Keenan.

“Bentar lagi.” Ucap Keenan tanpa suara, lalu menyusul Abél.

Mereka bertiga yang melihat itu hanya bisa tersenyum senang, gak tau kenapa rasanya seneng aja gitu.

Ya mungkin biar bisa ngeledek Abél nanti.

“Kamu masak banyak banget bél.” Tanya Keenan sambil melihat masakan Abél.

“Ini mah sedikit kak, Winter, Nilza, Gladis sini.”

Ketiganya berjalan menghampiri Keenan sama Abél lalu duduk di sofa yang ada disana.

Mereka makan dengan tenang.

Di tengah-tengah sedang menikmati makanan lonceng depan berbunyi. Abél yang mendengar itu langsung menghampiri ke depan.

“Bentar ya, kayanya itu orang yang mau ambil bunga.”

Keenan dan yang lain hanya menganggukkan kepala mereka.

“Saya boleh minta tolong gak sama kalian?”

Mendengar pertanyaan Keenan mereka bertiga segera menatap Keenan.

“Minta tolong apa pak?” Tanya Gladis gugup.

“Hahaha kalian kenapa sih? takut sama saya?” Keenan tertawa melihat ekspresi mereka bertiga.

“E-enggak kok pak.” Jawab mereka terburu-buru.

“Santai aja, gausa panggil pak ya? panggil kak aja kaya kalian manggil Abél.” Ucap Keenan sambil menunjukan eyesmile nya.

Melihat itu mereka menghela nafas lega, mungkin mereka udah gak setakut tadi sama Keenan.

“Iya kak.” Jawab ketiganya.

“Oiya kak tadi mau minta tolong apa?”

“Jadi gini..”

Keenan mulai menjelaskan semuanya pada mereka bertiga.

“Boleeh boleeh nanti kita pasti bantu kak.” Jawab Winter sambil menunjukan dua jempol nya.

Keenan hanya tertawa melihat respon winter.

Tak lama setelah itu Abél datang menghampiri mereka.

“Kalian lagi bahas apa?”

“Enggak bél, kita cuma lagi bahas film yang di tonton winter, iya kan?” Tanya Keenan ke mereka bertiga.

“Iyaa kak, bener.”

Abél hanya mengangguk walaupun ia tidak paham, lalu mereka melanjutkan acara makannya sambil bercerita dan bergurau.

Setelah selesai makan dan membereskan semuanya mereka berlima kembali duduk di sofa.

“Bél aku pulang dulu ya? kalian jangan kemana-mana diam aja disini.”

“Emang kenapa kak?”

“Udah kalian disini aja dulu.”

“Saya titip Abél ya.”

“Iyaa kak.”

Setelah mengatakan itu Keenan pulang ke rumah orang tuanya.

Hansen sama Kalana sekarang sedang ada di dalam mobil Hansen, menuju ke cafe mboh lala yang biasa jadi tempat nongkrong Hansen dengan teman-temannya.

Sekitar dua puluh menit berlalu akhirnya mereka sampai di cafe mbok lala.

Hansen mengajar Kalana masuk ke dalam, pas banget papasan sama mbok lala.

“Loh Hansen toh, bawa pacarnya ya?” Tanya mbok lala sambil tersenyum.

Alih-alih menjawab Hansen malah menunjukan eyesmile nya, melihat itu mbok lala seolah mengerti jadi cuma ngangguk aja.

“Yaudah kamu pesen aja, mbok mau pulang dulu.”

“Kok cepet banget mbok? biasanya sampe malem.”

“Iya nih sen, tadi mbok di telfon katanya Bella mendadak demam.” Jawab mbok lala nada khawatir.

Bella itu anak semata wayangnya mbok lala, umurnya baru 4 tahun cukup akrab juga sama Hansen, Marsel, Fatir.

“Kasian banget Bella, yaudah semoga cepet sembuh ya mbok Bella nya, titip salam juga buat Bella.”

“Iya sen, yaudah mbok duluan ya.”

“Iya mbok, hati-hati.”

Usai pembicaraan Hansen sama mbok lala. Kalana langsung menatap muka Hansen.

“Kok kamu kaya udah akrab gitu sama mbok tadi?”

“Ini sebenernya cafe tempat biasa gue nongkrong sama temen-temen gue An, kita mah udah akrab banget sama mbok lala.”

Mendengar ucapan Hansen. Kalana hanya membulatkan mulutnya.

“Ohh gitu.”

“Iya, udah ayo duduk.”

Tak lama setelah mereka duduk, ada pelayan yang menghampiri mereka.

“Mau pesen apa mas?”

“Saya mau americano aja satu, An kamu mau apa?”

“En aku boleh pesen lebih dari satu gak?” Tanya Kalana dengan mata berbinar.

Hansen yang ditatap seperti itu tentu saja langsung mengangguk.

“Boleh kok, pesen sesuka lo.”

“Hehe thank youu En.”

Hansen hanya diam memperhatikan Kalana yang sedang antusias memilih menu. Kalana memilih beberapa menu yang bentuknya lucu, entah apa aja yang di pesen sama Kalana.

Setelah selesai memesan, pelayan itu langsung pergi meninggalkan Hansen dan Kalana.

“Cafe nya bagus ya!” Ucap Kalana sambil memperhatikan sekitar.

Cafe mbok lala itu tema nya alam gitu, jadi terasa lebih sejuk sekaligus pemandangan nya selalu memanjakan mata pengunjung.

“An suka gak?”

“Suka! An suka banget.” Jawab An sambil menunjukan senyum manisnya.

“Makasih ya En udah ajak An kesini.”

“Sama-sama An, nanti gue ajak lo ke tempat yang lebih bagus dari ini.”

Mendengar itu Kalana langsung memegang tangan Hansen.

“BENERAN?” Tanya Kalana dengan mata berbinar.

“Iya An, banyak tempat yang pengen gue kasih liat sama lo.” Ucap Hansen sambil menyentil kening Kalana pelan.

“Okeey, aku tunggu.”

Setelahnya mereka berdua tertawa bersama, hingga pelayan mengantarkan pesanan mereka.

Hansen cuma pesen americano aja, berbeda dengan Kalana yang memesan banyak makanan ringan berbentuk lucu lucu.

Ada yang bentuk kelinci, paw kucing, dan banyak lagi.

Melihat Kalana tersenyum senang membuat Hansen ikut tersenyum.

“Senyuman lo indah banget An, gue harap lo selalu tersenyum.” Batin Hansen.

“Hansen!”

Panggil Taera selaku mommy Hansen dengan sedikit berteriak.

Mendengar teriakan mommy nya. Hansen langsung turun ke bawah, ia baru aja selesai mandi.

“Yes mom, kenapa?”

“Turun juga kamu, ini tolong kasih ke temen mommy, rumahnya di samping rumah pak rt.”

“Itu apa mom?”

“Ohh ini kue, sana kasih dulu.”

“Iyaa mommy, yaudah aku keluar dulu ya.”

“Iya iya gih sana.”

Setelah mengatakan itu Taera lanjut meng oven kue yang baru aja ia taruh di loyang.

“Takdir emang gak kemana ya, semoga aja yang buka pintu An.” Batin Hansen sambil senyum-senyum gak jelas.

Tok

Tok

Tok

Hansen mengetok pintu itu, namun tidak ada yang membukakan pintu untuknya.

Tok

Tok

Tok

Sekitar dua menit berlalu pintu itu terbuka, bukan Kalana yang membuka pintu, melainkan Bunda nya.

“Eh Hansen ya? sini sini masuk dulu.”

“Ah iya tante, oiya ini kue dari mommy.”

“Wihh makasih ya, jadi ngerepotin gini.” Ucap Owen, bunda Kalana sambil tertawa.

“Haha gapapa kok tante.”

“Sini sini masuk dulu.” Ajak Owen.

Hansen sekarang sedang duduk di sofa ruang tamu, sambil menunggu bunda Kalana yang sedang membuatkannya minum.

BRAK!

Hansen yang mendengar itu langsung menghampiri darimana suara itu berasal.

Ia berjalan ke arah dapur, sesampainya ia disana. Hansen malah diam membeku tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang.

Kalana sedang memakai piyama bulu karakter kucing, mulut nya penuh dengan kue yang tadi ia bawa.

Kalana pun sama seperti Hansen, ia malah diam sambil mengunyah kue yang ada di dalam mulutnya.

“Hehe kamu mau?” Tanya Kalana sambil menyodorkan kue di tangannya.

“An kenapaa? kamu gapapa kan?” Tanya bunda sambil berjalan turun ke bawah.

Bunda emang belum bikinin Hansen minum, tadi bunda pergi ke kamar dulu tapi pas mau masuk ke kamar. Kalana keluar dari kamar, makanya bunda sekalian nyuruh Kalana buat bikinin Hansen minum.

Tapi sayangnya saat tiba di dapur atensi Kalana langsung tertuju pada kue yang ada di atas meja makan, lalu ia memakannya.

Sampai-sampai ia lupa kalo lagi disuruh bikinin minum buat Hansen sama bunda.

“Loh kalian ngapain pada diem gitu?” Tanya bunda yang ikut diem melihat Hansen sama Kalana.

“Hehe bukan apa-apa kok bun.”

Hansen sama Kalana menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“Tadi suara apa? kenceng banget suaranya.”

“Itu bun, tadi An gak sengaja nyenggol tempat sendok.”

“Bikin panik aja kamu An, yaudah kamu bikinin Hansen minum dulu gih bunda belum selesai beresin itu.”

“Iyaa bundaa.”

Setelahnya bunda pergi ke atas lagi meninggalkan Hansen sama Kalana di dapur.

Melihat bunda udah masuk ke kamarnya Hansen langsung menghampiri Kalana, ia memutar tubuh Kalana sambil ngecek kalo Kalana beneran gak kenapa-kenapa.

“Lo beneran gapapa kan An, tadi pisau nya kena lo gak.” Ucap Hansen sambil terus memutar tubuh Kalana.

Kalana yang di putar-putar gitu jelas pusing, ia langsung terduduk di bawah saking pusingnya.

“Aku gapapa En, udah jangan di putar-putar mulu aku pusing!” Bentak Kalana sambil memegangi kepalanya.

Mendengar ucapan Kalana. Hansen hanya tertawa pelan lalu membantu Kalana berdiri.

Hansen juga membantu Kalana membereskan sendok yang tadi terjatuh, sekalian beneran pisau yang ikut terjatuh.

Setelah semuanya selesai Kalana langsung melihat ke arah Hansen.

“Kok kamu bisa ada disini sih?” Tanya Kalana sambil melipat kedua tangannya di dada.

“Gue disuruh mommy buat nganterin kue buat bunda lo, makanya ada disini.” Jelas Hansen.

“Ohh gitu.” Ucap Kalana sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Yaudah kamu mau minum apa? biar aku bikinin.”

“Apa aja deh.”

“Jus alpukat aja mau gak? aku lagi pengen jus alpukat.”

“Yaudah boleh, mau di bantu gak?”

Mendengar itu Kalana langsung menggeleng ribut.

“Gak gak, udah kamu duduk aja disini.”

Hansen hanya mengangguk lalu duduk di kursi yang ada disana, sambil melihat Kalana yang sedang membuatkannya jus alpukat.

Kalana terlihat sangat menggemaskan, tudung piyama yang ada hiasan telinga kucing nya membuat Kalana benar-benar seperti kucing.

Lima belas menit berlalu. Kalana selesai membuat jus alpukat buat dirinya dan juga buat Hansen.

“Nih udah jadi, kamu cobain dulu.”

Hansen mengerutkan keningnya, lalu meminum jus alpukat itu.

satu detik..

lima detik..

sepuluh detik..

“Wow ini enak! pinter juga lo bikin jus.” Ucap Hansen lalu meminum jus itu hingga tandas.

Kalana yang melihat itu hanya tertawa.

Mereka bertiga sedang menunju ke rumah Keluarga Keenan.

“Kita mau dinner dimana kak?” Tanya Abél yang sedari tadi mengobrol dengan Jie.

“Nanti kamu juga tau, bentar lagi kita sampe.”

Abél yang mendengar itu hanya mengangguk saja.

Sekarang mereka sudah sampai di kediaman Leander. Abél yang melihat itu langsung menatap ke arah Keenan.

“Ini kan rumah orang tua kakak, kok kita disini?”

“Haha iya kita mau dinner keluarga Abél.” Jawab Keenan santai.

“Kok kamu gak bilang sih! malu aku kak.”

“Kenapa malu? kan kamu udah sering ketemu sama bubu.”

“Iya emang, tapi sama uncle Jeff jarang kak, aku takut dimarahin.”

“Enggak Abél, udah yuk turun.”

Mereka bertiga turun dari mobil lalu berjalan ke arah pintu masuk rumah itu, saat Keenan ingin membuka pintu itu Abél menahan tangan Keenan.

“Kenapa?” Tanya Keenan heran.

“Nanti kamu jangan jauh-jauh ya, aku takut hehe.”

Mendengar itu Keenan tertawa dan langsung menggenggam tangan Abél.

“Udah gini aja, biar gak bisa jauh.” Ucap Keenan sambil menunjukan eyesmile nya.

Abél hanya mengangguk sambil menahan dirinya agar tidak berteriak sekarang.

Jie? si kecil itu hanya diam melihat kedua orang dewasa yang sedang berbicara itu, ia tidak perduli sebenernya.

Saat pintu terbuka. Jie langsung berlari menghampiri Cheilo yang udah ada disana.

Sedangkan Keenan sama Abél berjalan pelan sambil menggenggam tangan satu sama lain.

Helsa yang melihat itu langsung menggoda Abél.

“Ekhem udah gandengan tangan aja nih.” Ucap Helsa sambil melipat tangannya di dada.

Abél yang mendengar ucapan Helsa langsung menabok pundak Helsa.

“Diem gak lo.”

Keenan hanya tertawa melihat mereka berdua.

Meninggalkan Helsa yang sedang mengaduh kesakitan Keenan sama Abél berjalan menghampiri Teza yang sedang mengambil minum.

“Bubu.” Panggil Keenan.

Yang di panggil langsung melihat siapa yang memanggilnya itu.

Teza melihat Keenan sama Abél yang sedang bergandengan tangan.

“Eh udah dateng, cantik banget calon mantu bubu.”

Keenan sama Abél yang mendengar ucapan Teza hanya tertawa saja.

“Bisa aja aunty.” Jawab Abél.

Mendengar itu Teza langsung memeluk Abél, begitupun sebaliknya. Abél membalas pelukan Teza.

“Panggil bubu aja bél.”

“Bubu?”

“Iya panggil bubu aja, jangan panggil aunty lagi.”

“Iyaa bubu.”

“Bentar lagi jadi adik ipar gue lo bél haha.”

Ketiganya tertawa, sedangkan Keenan menghampiri papa dan abang nya yang sedang duduk di ruang keluarga.

“Di bawa gak Abél nya?” Tanya si sulung.

“Di bawa, itu lagi pelukan sama bubu.”

“Hahaha yakin banget sih abang kalo kamu bakal nikah sama Abél.”

“Siapa yang bakal nikah?” Tanya Jeffry yang sedari tadi hanya diam.

“Keenan lah pa, siapa lagi emang.”

“Loh mau nikah sama siapa kamu? emang udah ada calon nya?”

“Ada sih pah, tapi belum tau dia nya mau gak nikah sama Keen.”

“Ya di kejar lah, papa juga yakin kalo dia bakal mau sama kamu.”

“Bener tuh kata papa, apalagi Jie udah nemplok gitu sama Abél.” Sambung Milen.

Mendengar nama Abél di sebut. Jeffry langsung melihat ke arah Milen.

“Kenapa pa?”

“Abél? maksud kamu Abél yang mana?”

“Masa papa gak tau sih, Abél kan anaknya aunty Winza sama uncle Tara.”

“Loh jadi anaknya namanya Abél ya, papa baru tau.”

Mendengar itu Milen sama Keenan hanya memutar bola matanya malas.

“Gimana mau tau, orang papa aja jarang ketemu sama Abél, yang sering ketemu sama Abél kan bubu.”

“Gitu ya, nanti lah papa mau liat calon mantu papa kaya gimana.”

Ketiganya tertawa mendengar ucapan Jeffry.

Jeffry emang gak tau Abél itu anak Tara dan Winza, walaupun ia sudah berteman dengan Tara dan Winza tapi ia sangat jarang ketemu sama Abél.

Tawa mereka berhenti karena mendengar notif dari hp Jeffry, itu pesan dari Tara.

Ngabarin kalo mereka bentar lagi sampe.

“Yaudah yuk ke meja makan, ini Tara sama Winza juga bentar lagi sampe katanya.”

Ketiganya berjalan ke arah meja makan, disana sudah ada bubu, Abél, sama Helsa yang sedang memotong buah-buahan.

“Coba saya mau liat calon mantu saya yang mana.” Ucap Jeffry membuat Abél membeku.

“Ini pa calon mantu papa.” Sahut Helsa sambil menunjuk Abél.

Abél berbalik lalu menghadap Jeffry dengan gugup, ia takut Jeffry marah.

“Hahaha gak usah takut gitu, saya juga gak bakal marahin kamu.” Ucap Jeffry sambil mengelus rambut Abél.

“Haha iya uncle.” Jawab Abél canggung.

“Yaudah Keenan sama Abél ikut saya ke ruang tengah dulu yuk, saya mau bicara sama kalian.”

Setelah mengatakan itu Jeffry lebih dulu berjalan ke arah ruang tengah lagi.

Melihat ekspresi takut Abél. Helsa langsung mengelus punggung Abél.

“Tenang aja bél, papa gak makan orang kok.”

Semua orang yang ada disitu tertawa mendengar ucapan Helsa.

“Takut Hel, nanti kalo di marahin gimana?”

“Gak bakal di marahin Abél, gih sana.” Bukan Helsa yang menjawab, melainkan Milen.

“Tapi kan.”

“Gapapa Abél, ada aku.” Ucap Keenan sambil menarik tangan Abél menuju ke arah ruang tengah.

“Aura papa kamu serem kayanya Mil.”

“Kayanya iya bu, sampe Abél kaya gitu haha.”

Sedangkan di ruang tengah. Jeffry, Keenan, dan Abél sedang duduk.

“Jadi kalian udah ada rencana buat nikah?” Tanya Jeffry.

“Belum pa, kita juga baru deket.”

“Ya gapapa lah, lagian kalian juga cocok kok.”

“Kalo kamu gimana bél?”

“Gimana apanya uncle?”

“Ya kamu sama Keenan gimana?”

“Gak gimana-gimana, bener kata kak Keenan kita baru deket, belum ada hubungan apa-apa juga.”

“Kalo aku minta kamu buat jadi pacar aku mau gak?” Ucap Keenan sambil melihat muka Abél.

Mendengar ucapan Keenan. Abél langsung menabok paha Keenan, lalu tersenyum ke arah Jeffry.

Melihat Keenan sama Abél. Jeffry hanya tertawa, lalu menggelengkan kepalanya.

“Kalo kamu mau silahkan, lagipula nanti juga kalian yang ngejalanin, papa cuma mau tau aja Keen, bél.”

“Iya uncle, mungkin nanti haha.”

“Yang pasti secepatnya pa.”

“Oiya kata Milen, Jie udah nemplok sama kamu ya bél?”

“Iya uncle, dari awal ketemu juga udah kaya gitu, aku juga bingung padahal kata Helsa Jie paling gak bisa deket-deket sama orang baru.”

Mendengar jawaban Abél. Jeffry hanya tertawa pelan, cucu nya ini pinter banget cari mommy baru.

“Pinter juga ya cucu saya cari mommy baru.”

“Haha namanya juga anak kecil uncle.” Jawab Abél.

“Panggil papa aja bél.”

Bukanya menjawab Abél malah menoleh ke arah Keenan. Ia melihat Keenan menganggukan kepalanya.

Tangan Keenan sedari tadi emang menggenggam tangan Abél, mengelus pelan buat menenangkan Abél.

“Iya pa.” Jawab Abél sambil tersenyum.

“Yaudah yuk kesana lagi, nanti yang ada kita dimarahin bubu.” Ucap Keenan yang sedari tadi hanya menyimak pembicara Abél sama papa nya.

“Iya ayok.”

Sesampainya mereka di meja makan. Abél di buat terkejut kerena disana sudah ada Ayah sama Bunda nya.

“Loh? Ayah sama Bunda?”

“Haha hai sayang.”

“Kok kalian ada disini?” Tanya Abél heran.

“Sebenernya ini dinner keluarga sayang, itung-itung ngumpul sama calon besan.” Jawab Teza membuat semuanya tertawa terkecuali Abél yang masih diam.

“Kami emang udah ngerencanain ini sayang, sengaja gak bilang sama kamu biar kamu kaget haha.” Sambung Winza.

“Dinner keluarga ya? tapi kok aunty Karel sama uncle Jo gak ikut?”

“Ah itu, mommy sama daddy lagi ke luar negeri bél, jadi gak bisa ikut.” Sahut Helsa.

“Udah-udah ayo makan.”

Mereka makan malam bersama, dinner kali ini berbeda sebab sekarang ada Abél dengan keluarganya.

Dinner mereka dipenuhi dengan cerita-cerita, tentang bisnis, toko bunga Abél, tentang gimana hubungan Abél sama Keenan. Tentu saja dengan ocehan Jie sama Cheilo yang terus membuat mereka tertawa gemas.